WELCOME

SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI MOECHTAR EL-NAOEMI, SILAHKAN ANDA MEMBACA-BACA ARTIKEL YANG ANDA SUKA, TAPI JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK ANDA/COMENT POSITIF YANG UNTUK KAMI SANGAT BERARTI . . . . THANKS YOUR VISITED SELAMAT MEMBACA ! ! ! !
English Arabic French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Selasa, 09 Februari 2010

Asma nadia bag2

begitu?
Bagaimana jika terlambat?

Mereka berpandangan, Nania
berusaha mengusir
kekhawatiran. Ia senang karena
Rafli tidak melepaskan
genggaman tangannya hingga
ke pintu kamar operasi. Ia tak
suka merasa sendiri lebih awal.

Pembiusan dilakukan, Nania
digiring ke ruangan serba putih.
Sebuah sekat ditaruh di
perutnya hingga dia tidak bisa
menyaksikan ketrampilan
dokter-dokter itu. Sebuah lagu
dimainkan. Nania merasa berada
dalam perahu yang diguncang
ombak. Berayun-ayun.
Kesadarannya naik-turun.
Terakhir, telinga perempuan itu
sempat menangkap teriakan-
teriakan di sekitarnya, dan
langkah-langkah cepat yang
bergerak, sebelum kemudian dia
tak sadarkan diri.

Kepanikan ada di udara. Bahkan
dari luar Rafli bisa menciumnya.
Bibir lelaki itu tak berhenti
melafalkan zikir.

Seorang dokter keluar, Rafli
dan keluarga Nania mendekat.

Pendarahan hebat!

Rafli membayangkan sebuah
sumber air yang meluap,
berwarna merah. Ada varises di
mulut rahim yang tidak
terdeteksi dan entah
bagaimana pecah! Bayi mereka
selamat, tapi Nania dalam
kondisi kritis.

Mama Nania yang baru tiba,
menangis. Papa termangu lama
sekali. Saudara-saudara Nania
menyimpan isak, sambil
menenangkan orangtua mereka.

Rafli seperti berada dalam
atmosfer yang berbeda. Lelaki
itu tercenung beberapa saat,
ada rasa cemas yang mengalir
di pembuluh-pembuluh darahnya
dan tak bisa dihentikan,
menyebar dan meluas cepat
seperti kanker.

Setelah itu adalah hari-hari
penuh doa bagi Nania.

Sudah seminggu lebih Nania
koma. Selama itu Rafli bolak-
balik dari kediamannya ke
rumah sakit. Ia harus membagi
perhatian bagi Nania dan juga
anak-anak. Terutama anggota
keluarganya yang baru, si kecil.
Bayi itu sungguh menakjubkan,
fisiknya sangat kuat, juga daya
hisapnya. Tidak sampai empat
hari, mereka sudah oleh
membawanya pulang.

Mama, Papa, dan ketiga
saudara Nania terkadang ikut
menunggui Nania di rumah sakit,
sesekali mereka ke rumah dan
melihat perkembangan si kecil.
Walau tak banyak, mulai terjadi
percakapan antara pihak
keluarga Nania dengan Rafli.

Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia
nyaris tak pernah meninggalkan
rumah sakit, kecuali untuk
melihat anak-anak di rumah.
Syukurnya pihak perusahaan
tempat Rafli bekerja mengerti
dan memberikan izin penuh. Toh,
dedikasi Rafli terhadap kantor
tidak perlu diragukan.

Begitulah Rafli menjaga Nania
siang dan malam. Dibawanya
sebuah Quran kecil,
dibacakannya dekat telinga
Nania yang terbaring di ruang
ICU. Kadang perawat dan
pengunjung lain yang kebetulan
menjenguk sanak famili mereka,
melihat lelaki dengan penampilan
sederhana itu bercakap-cakap
dan bercanda mesra..

Rafli percaya meskipun tidak
mendengar, Nania bisa
merasakan kehadirannya.

Nania, bangun, Cinta?
Kata-kata itu dibisikkannya
berulang-ulang sambil mencium
tangan, pipi dan kening istrinya
yang cantik.

Ketika sepuluh hari berlalu, dan
pihak keluarga mulai pesimis dan
berfikir untuk pasrah, Rafli
masih berjuang. Datang setiap
hari ke rumah sakit, mengaji
dekat Nania sambil
menggenggam tangan istrinya
mesra. Kadang lelaki itu
membawakan buku-buku
kesukaan Nania ke rumah sakit
dan membacanya dengan suara
pelan. Memberikan tambahan di
bagian ini dan itu. Sambil tak
bosan-bosannya berbisik,

Nania, bangun, Cinta?
Malam-malam penantian
dilewatkan Rafli dalam sujud dan
permohonan. Asalkan Nania
sadar, yang lain tak jadi soal.
Asalkan dia bisa melihat lagi
cahaya di mata kekasihnya,
senyum di bibir Nania, semua
yang menjadi sumber semangat
bagi orang-orang di sekitarnya,
bagi Rafli.

Rumah mereka tak sama tanpa
kehadiran Nania. Anak-anak
merindukan ibunya. Di luar itu
Rafli tak memedulikan yang lain,
tidak wajahnya yang lama tak
bercukur, atau badannya yang
semakin kurus akibat sering
lupa makan.

Ia ingin melihat Nania lagi dan
semua antusias perempuan itu
di mata, gerak bibir, kernyitan
kening, serta gerakan-gerakan
kecil lain di wajahnya yang
cantik. Nania sudah tidur terlalu
lama.

Pada hari ketigapuluh tujuh doa
Rafli terjawab. Nania sadar dan
wajah penat Rafli adalah yang
pertama ditangkap matanya.

Seakan telah begitu lama. Rafli
menangis, menggenggam tangan
Nania dan mendekapkannya ke
dadanya, mengucapkan syukur
berulang-ulang dengan airmata
yang meleleh.

Asalkan Nania sadar, semua tak
penting lagi.

Rafli membuktikan kata-kata
yang diucapkannya beratus kali
dalam doa. Lelaki biasa itu tak
pernah lelah merawat Nania
selama sebelas tahun terakhir.
Memandikan dan menyuapi
Nania, lalu mengantar anak-
anak ke sekolah satu per satu.
Setiap sore setelah pulang
kantor, lelaki itu cepat-cepat
menuju rumah dan
menggendong Nania ke teras,
melihat senja datang sambil
memangku Nania seperti remaja
belasan tahun yang sedang
jatuh cinta.

Ketika malam Rafli mendandani
Nania agar cantik sebelum tidur.
Membersihkan wajah pucat
perempuan cantik itu,
memakaikannya gaun tidur. Ia
ingin Nania selalu merasa cantik.
Meski seringkali Nania
mengatakan itu tak perlu.
Bagaimana bisa merasa cantik
dalam keadaan lumpuh?

Tapi Rafli dengan upayanya
yang terus-menerus dan tak
kenal lelah selalu meyakinkan
Nania, membuatnya pelan-pelan
percaya bahwa dialah
perempuan paling cantik dan
sempurna di dunia. Setidaknya
di mata Rafli.

Setiap hari Minggu Rafli
mengajak mereka sekeluarga
jalan-jalan keluar. Selama itu
pula dia selalu menyertakan
Nania. Belanja, makan di
restoran, nonton bioskop,
rekreasi ke manapun Nania
harus ikut. Anak-anak, seperti
juga Rafli, melakukan hal yang
sama, selalu melibatkan Nania.
Begitu bertahun-tahun.

Awalnya tentu Nania sempat
merasa risih dengan pandangan
orang-orang di sekitarnya.
Mereka semua yang
menatapnya iba, lebih-lebih
pada Rafli yang berkeringat
mendorong kursi roda Nania ke
sana kemari. Masih dengan
senyum hangat di antara
wajahnya yang bermanik
keringat.

Lalu berangsur Nania menyadari,
mereka, orang-orang yang
ditemuinya di jalan, juga
tetangga-tetangga, sahabat,
dan teman-teman Nania tak
puas hanya memberi pandangan
iba, namun juga mengomentari,
mengoceh, semua berbisik-bisik.

Baik banget suaminya!
Lelaki lain mungkin sudah cari
perempuan kedua!

Nania beruntung!
Ya, memiliki seseorang yang
menerima dia apa adanya.

Tidak, tidak cuma menerima apa
adanya, kalian lihat bagaimana
suaminya memandang penuh
cinta. Sedikit pun tak pernah
bermuka masam!

Bisik-bisik serupa juga lahir dari
kakaknya yang tiga orang,
Papa dan Mama.

Bisik-bisik yang serupa
dengungan dan sempat
membuat Nania makin frustrasi,
merasa tak berani, merasa?

Tapi dia salah. Sangat salah.
Nania menyadari itu kemudian.
Orang-orang di luar mereka
memang tetap berbisik-bisik,
barangkali selamanya akan
selalu begitu. Hanya saja,
bukankah bisik-bisik itu kini
berbeda bunyi?

Dari teras Nania menyaksikan
anak-anaknya bermain basket
dengan ayah mereka.. Sesekali
perempuan itu ikut tergelak
melihat kocak permainan.

Ya. Duapuluh dua tahun
pernikahan. Nania menghitung-
hitung semua, anak-anak yang
beranjak dewasa, rumah besar
yang mereka tempati,
kehidupan yang lebih dari yang
bisa dia syukuri. Meski tubuhnya
tak berfungsi
sempurna. Meski kecantikannya
tak lagi sama karena usia, meski
karir telah direbut takdir dari
tangannya.

Waktu telah membuktikan
segalanya. Cinta luar biasa dari
laki-laki biasa yang tak pernah
berubah, untuk Nania.

Seperti yg diceritakan oleh
seorang sahabat..

- Asma Nadia -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kami tunggu kritik dan saran yang membangun dari anda !!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
~@~Sahabat yang sejati adalah orang yang dapat berkata benar kepada anda, bukan orang yang hanya membenarkan kata-kata anda~@~Naluri berbicara kita akan mencintai yang memuja kita, tetapi tidak selalu mencintai yang kita puja~@~Seseorang yang oprimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap kesempatan~@~Orang besar bukan orang yang otaknya sempurna tetapi orang yang mengambil sebaik-baiknya dari otak yang tidak sempurna~@~Memperbaiki diri adalah alat yang ampuh untuk memperbaiki orang lain~@~Cinta akan menggilas setiap orang yang mengikuti geraknya, tetapi tanpa gilasan cinta, hidup tiada terasa indah~@~Dalam perkataan, tidak mengapa anda merendahkan diri, tetapi dalam aktivitas tunjukkan kemampuan Anda~@~Tegas berbeda jauh dengan kejam. Tegas itu mantap dalam kebijaksana sedangkan kejam itu keras dalam kesewenang-wenangan~@~Watak keras belum tentu bisa tegas, tetapi lemah lembut tak jarang bisa tegas~@~Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun~@~Kita semua hidup dalam ketegangan, dari waktu ke waktu, serta dari hari ke hari; dengan kata lain, kita adalah pahlawan dari cerita kita sendiri~@~Istilah tidak ada waktu, jarang sekali merupakan alasan yang jujur, karena pada dasarnya kita semuanya memiliki waktu 24 jam yang sama setiap harinya. Yang perlu ditingkatkan ialah membagi waktu dengan lebih cermat~@~