WELCOME

SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI MOECHTAR EL-NAOEMI, SILAHKAN ANDA MEMBACA-BACA ARTIKEL YANG ANDA SUKA, TAPI JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK ANDA/COMENT POSITIF YANG UNTUK KAMI SANGAT BERARTI . . . . THANKS YOUR VISITED SELAMAT MEMBACA ! ! ! !
English Arabic French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Selasa, 09 Februari 2010

Kiai Berpolitik Praktis Ajur

Banyak para kiai yang terjun di dunia politik praktis. seperti yang terjadi di empat kabupaten di pulau madura yaitu kabupaten sumenep, pamekasan, sampang dan bangkalan. Semestinya para kiai haruslah mengurusi para santri yang memang merupakan tanggungjawab pokok.
Kiai juga manusia ingin menguasai dan ingin mempunyai kekuasaan, Menurut karl marx manusia adalah mahluk bekerja, berarti juga menguasai, karena bekerja selalu menguasai, maka pekerjaan pembebasan akan menghasilkan perbudakan baru yaitu pergumulan untuk saling menguasai, menurut Horkhemer akan saling menghisap.
Banyak anggapan, kiai adalah seorang panutan yang baik-baik, mengapa ketika terjun di dunia politik praktis sama seperti koruptor, yang tidak mempunyai iman. Pada hari-hari ini, banyaknya kasus para kiai setelah menjadi seorang pemimpin, kebusukan-kebusukannya kelihatan semua mulai dari money politik, korupsi dan juga anarki, salah satu berita yang sangat menghebohkan, bahwa kabupaten yang dipimpin oleh seorang kiai berhasil meraih angka terdepan sebagai pemerintahan daerah terkorup di jawa timur(www.TVRI.co.id, 05/12/03).
Terakhir, terjadi kasus yang sangat memalukan di kabupaten Bangkalan, kali ini lagi-lagi pelakunya seorang figur kiai. Bupati terpilih dari PKB yang juga seorang kiai hampir saja dijatuhkan karena kasus pemalsuan Ijazah (Kompas,23/12/04). Walau akhirnya beliau bisa selamat dan tetap wibawa sebagai Bupati Bangkalan dengan lobi-lobi politik yang entah bagaiman hukumnya secara syariat.
Namun, visi para kiai untuk terjun di dunia politik praktis sangat tidak jelas arahnya, karena rata rata para kiai terjun dalam dunia politik terpengaruh oleh lingkunganya sehingga kiai tersebut mengambil posisi ke dalam partai tertentu juga dijadikan figur untuk memilih orsospol tertentu. Padahal itu bukan pilihan dirinya sendiri. Visi politik justru dipakai pihak yang memakainya sebagai figur, sehingga kiai seperti itu justru dijadikan alat untuk penentu tujuan.
Diantara nasib pondok pesantren yang di tinggal kiainya karena terjun ke dunia politik ujung-ujungnya adalah tercemarnya nama baik pondok pesantren tersebut. Sehingga berdampak terhadap merosotnya jumlah santri. Mereka rame-rame menuju pesantren lain, mencari kiai lain karena kurangnya kiai untuk mengurusi santrinya.
Tetapi apakah hal itu kini masih terjadi? Benarkah pesantren yang aktif dalam politik masih disegani? Menurut Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Masdar F. Mas'udi, jika pesantren dan kiainya berpolitik praktis, maka buntutnya akan mengancam otoritas sang pemimpin informal itu. "Kharisma kiai meredup kalau kiai ikut bermain percaturan politik, dengan menjadi corong salah satu orsospol tertentu," ujar kiai muda yang rajin mengamati dunia pesantren ini. Bagi Masdar, kiai lebih tepat berperan di luar pentas politik formal, seperti menjadi anggota DPR, misalnya.
Ketika kiai politikus itu melakukan kesalahan politik, maka akan menimbulkan perasaan tergores, hujatan, kata-kata tidak pantas akan terlontar di kalangan publik "kiai kok dipenjara?" atau "kiai kok korupsi" bahkan "kiai kok tidak harmonis dengan kiai yang lain", masih banyak lagi komentar masyakat lebih memanaskan di telinga kita. Semestinya kiai di tempatkan pada posisi netral, mengurusi tentang kemaslahatan umat, bukanya berpolitik praktis nyatanya berlawanan dengan apa yang di ucapkannya.
Meskipun banyak kiai terjun di dalam perpolitikan, keterlibatannya belum bisa mewarnai perpolitikan yang baik khususnya di negri ini, namun lagi-lagi realitas politik ternyata dapat melunturkan nilai karismatik seorang kiai. Ketika seorang kiai harus melakukan persekongkolan dengan penguasa dan elite politik maka seorang kiai akan mengambil peran sebagai pelegitimasi nilai-nilai kekuasaan. Hal ini sengaja di lakukan agar seorang kiai tersebut mendapat keuntungan baik secara moril maupun matriil.
Fenomena ini mengindikasikan posisi seorang kiai benar-benar menjadi faktor penentu untuk mendapatkan pengaruh simpati publik. Ironisnya peran kiai dalam proses melegitimasi kebijakan penguasa, pemerintah tersebut menggunakan topeng agama sebagai dalihnya.
Menyikapi fenomena tersebut sebaiknya seorang kiai terlebih para kiai pengasuh pesantren lebih intens dan fokus terhadap lembaga pendidikan yang di asuhnya bukan justru tersibukan urusan politik yang tidak memihak kepada kemaslahatan umat terlebih para santri di pondok pesantren. Ketika Memperbincangkan peran Kiai tidak akan terlepas dari kehidupan Pesantren dan berbicara kehidupan Pesantren sudah barang tentu identik dengan organisasi massa Islam Nahdlatul Ulama atau disingkat NU. Hal ini sangatlah wajar mengingat NU lahir dari kehidupan tradisi pesantren.
Menurut Prof DR KH Said Aqil Siradj, MA, Ketua PBNU : "NU adalah organisasi massa (ormas) Islam terbesar di dunia. Tidak berlebih, bila dikatakan figur baru yang didukung dengan visi dan program yang praksis akan berpengaruh besar pada kehidupan umat beragama di negara ini. NU yang lahir dan berkembang dari pesantren merupakan aset bangsa yang amat besar potensinya, apalagi mengingat bangsa kita tengah didera berbagai problem yang kompleks. Tentunya, harapan besar dipanggulkan kepada NU untuk bisa menunjukkan karyanya serta partisipasinya dalam memperkukuh demokratisasi yang sudah menjadi tuntutan utama dalam membangun bangsa dan negara".
Dalam konteks eksistensi Pesantren NU dan para kiainya, tidaklah mengherankan apabila sejak Rezim Orde Baru hingga Era Reformasi sekalipun, peran kiai menjadi sorotan penting, khususnya saat mendekati pelaksanaan Pemilihan Presiden, Pemilihan Anggota Legislatif maupun Pemilihan Kepala-kepala Daerah. Intensitas kunjungan elite politik ke pesantren untuk sekedar sowan kepada kiai menjadi lebih sering.
Ketua Umum PBNU, KH. Hasyim Muzadi menjadi contoh konkrit, ketika dihadapkan pada dua pilihan untuk menerima "pinangan" Megawati dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ataukah Wiranto dari Partai Golkar yang akan menempatkan pada posisi calon wakil presiden. Begitu pentingnya otoritas seorang kiai, walaupun hanya menjadi orang nomor dua, mengingat Hasyim Muzadi adalah pimpinan umat warga Nahdliyyin
Apabila semua Kiai berpolitik dikhawatirkan akan terjebak pada logika politik memanipulasi masyarakat basisnya demi kepentingan politik sesaat, pada gilirannya menggiring ke arah logika kekuasaan yang cenderung kooptatif, hegemonik, dan korup. Akibatnya, kekuatan logika yang dimiliki kiai, seperti logika moralitas, mengedepankan ketulusan pengabdian akan tereduksi atau bahkan hilang sama sekali, terkalahkan oleh logika kekuasaan tadi.
Dalam sistem masyarakat demokrasi, siapa pun berhak berserikat dan berpolitik. Hanya saja, hendaknya tidak semua kiai berpolitik. Kalau kiainya sangat 'lugu' dan sufistik, dipandang lebih bermanfaat bagi masyarakat gerakan 'politik independen', alangkah baiknya tetap di dunia pesantren mencetak ilmuwan-ilmuwan muslim, para santri unggulan untuk menjadi transformator masyarakat dengan semai kesejukannya mengawal moral bangsa.
Juga ketika seorang kiai sudah dicap sebagai manusia yang baik, itu hanya sebagai mitos saja, kebusuka-kebusukannya kelihatan semua, justru tak tau diri, seperti politikus yang tak punya budi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kami tunggu kritik dan saran yang membangun dari anda !!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
~@~Sahabat yang sejati adalah orang yang dapat berkata benar kepada anda, bukan orang yang hanya membenarkan kata-kata anda~@~Naluri berbicara kita akan mencintai yang memuja kita, tetapi tidak selalu mencintai yang kita puja~@~Seseorang yang oprimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap kesempatan~@~Orang besar bukan orang yang otaknya sempurna tetapi orang yang mengambil sebaik-baiknya dari otak yang tidak sempurna~@~Memperbaiki diri adalah alat yang ampuh untuk memperbaiki orang lain~@~Cinta akan menggilas setiap orang yang mengikuti geraknya, tetapi tanpa gilasan cinta, hidup tiada terasa indah~@~Dalam perkataan, tidak mengapa anda merendahkan diri, tetapi dalam aktivitas tunjukkan kemampuan Anda~@~Tegas berbeda jauh dengan kejam. Tegas itu mantap dalam kebijaksana sedangkan kejam itu keras dalam kesewenang-wenangan~@~Watak keras belum tentu bisa tegas, tetapi lemah lembut tak jarang bisa tegas~@~Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun~@~Kita semua hidup dalam ketegangan, dari waktu ke waktu, serta dari hari ke hari; dengan kata lain, kita adalah pahlawan dari cerita kita sendiri~@~Istilah tidak ada waktu, jarang sekali merupakan alasan yang jujur, karena pada dasarnya kita semuanya memiliki waktu 24 jam yang sama setiap harinya. Yang perlu ditingkatkan ialah membagi waktu dengan lebih cermat~@~