WELCOME

SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI MOECHTAR EL-NAOEMI, SILAHKAN ANDA MEMBACA-BACA ARTIKEL YANG ANDA SUKA, TAPI JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK ANDA/COMENT POSITIF YANG UNTUK KAMI SANGAT BERARTI . . . . THANKS YOUR VISITED SELAMAT MEMBACA ! ! ! !
English Arabic French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Minggu, 14 November 2010

IBNU KHALDUN. BAPAK SOSIOLOGI ISLAM

Sebenarnya siapakah Bapak
Sosiologi Ibnu Khaldun atau August
Comte? Waktu pertama kali masuk
kuliah Sosiologi, kita dikenalkan
dengan sosok August Comte yang
disebut-sebut sebagai Founding
Fathernya Sosiologi lantaran
pemikirannya waktu Abad
pencerahan dengan mengemukakan
Teori 3 Fase Masyarakat: Teologi,
Metafisika dan Positivistik. Saat
itu, sebenarnya dosen telah
menyebutkan satu tokoh muslim
sebagai orang yang mengenalkan
Sosiologi jauh hari sebelum August
Comte lahir dialah Ibnu Khaldun.
Akan Tetapi, tokoh itu nggak
dibahas secara detail dan lengkap.
Jadilah pertanyaan hadir dalam
diriku, siapa sebenarnya Ibnu
Khladun? di buku-buku Sosiologi
memang disinggung sedikit
tentangnya. Akhirnya saya
mencoba mencari-cari di beberapa
sumber untuk meyakinkan saya
bahwa Ibnu Khaldunlah Bapak
Sosiologi. Dan ketemulah saya
dengan artikel dengan judul "Ibnu
Khaldun, Bapak Sosiologi Islam yang
ditulis oleh Mas Zaldy Munir yang
dapat dilihat langsung karya
orisinal beliau di link:
http://zaldym.wordpress.com/2008
/10/23/ibnu-khaldun-bapak-sosiologi-
islam/

Dengan artikel yang memuat
biografi Ibnu Khaldun ini kita dapat
mengatakan bahwa orang yang
pertama kali mengenalkan Sosiologi
adalah Ibnu Khaldun maka
pantaslah beliau yang disebut
sebagai Bapaknya Sosiologi.Hanya
saja waktu itu beliau tidak
mengenalkan istilah Sosiologi
meskipun secara teori dan
ajarannya sangatlah sosiologis. Dan
August Comte hanya penemu
istilah Sosiologi dan bukanlah orang
yang pertama melahirkan ilmu itu.
Maka tepatkah kiranya kalau dia
disebut anak Sosiologi.:) Baik, untuk
selengkapnya silakan baca artikel
Mas Zaldy Munir berikut yang
mengupas secara lengkap perihal
Ibnu Khaldun, Bapak Sosiologi.
Selamat membaca,

IBNU Khaldun, nama lengkapnya
adalah Abdu al-Rahman ibn
Muhamad ibn Muhamad ibn
Muhamad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn
Muhamad ibn Ibrahim ibn Khalid ibn
Utsman ibn Hani ibn Khattab ibn
Kuraib ibn Ma`dikarib ibn al-Harits
ibn Wail ibn Hujar atau lebih
dikenal dengan sebutan Abdur
Rahman Abu Zayd Muhamad ibnu
Khaldun. Abdurrahman Zaid
Waliuddin bin Khaldun, lahir di
Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan
732 H, bertepatan dengan tanggal
27 Mei 1332 M.

Nama kecilnya adalah Abdurrahman,
sedangkan Abu Zaid adalah nama
panggilan keluarga, karena
dihubungkan dengan anaknya yang
sulung. Waliuddin adalah
kehormatan dan kebesaran yang
dianugerahkan oleh Raja Mesir
sewaktu ia diangkat menjadi Ketua
Pengadilan di Mesir.

Ibnu Khaldun menisbatkan nama
dirinya kepada Khalid Ibn utsman
karena Khalid adalah nenek
moyangnya yang pertama kali
memasuki Andalusia bersama para
penakluk berkebangsaan Arab
lainnya pada abad ke-8 masehi.
Ibnu Khaldun adalah seorang yang
memiliki prestasi yang gemilang,
beliau sangat mahir dalam
menyerap segala pelajaran yang
diterimanya. Sejak masa kanak-
kanak ia sudah terbiasa dengan
filsafat, ilmu alam, seni dan
kesusastraan yang dengan
mudahnya ia padukan dengan
bidang kenegaraan, perjalanan, dan
pengalamannya.

Perjalanan Ibnu Khaldun dari Masa
ke Masa

Ibnu Khaldun hidup pada masa
antara 1332-1405 M ketika
peradaban Islam dalam proses
penurunan dan disintegrasi.
Khalifah Abbasiyah diambang
keruntuhan setelah penjarahan,
pembakaran, dan penghancuran
Baghdad dan wilayah disekitarnya
oleh bangsa Mongol pada tahun
1258, sekitar tujuh puluh lima
tahun sebelum kelahiran Ibnu
Khaldun. Dinasi Mamluk (1250-1517),
selama periode kristalisasi gagasan
Ibnu Khaldun, hanya berkontribusi
pada percepatan penurunan
peradaban akibat korupsi dan
inefisiensi yang mendera
kekhalifahan, kecuali pada masa
awal-awal periode pertama yang
singkat dari sejarah kekhalifahan
Mamluk. [Periode pertama
Bahri/Turki Mamluk (1250-1382)
yang banyak mendapat pujian
dalam tarikh, periode kedua adalah
Burji Mamluk (1382-1517), yang
dikelilingi serangkaian krisis
ekonomi yang parah.

Sebagai seorang muslim yang
sadar, Ibnu Khaldun tekun
mengamati bagaimana caranya
membalik atau mereversi
gelombang penurunan peradaban
Islam. Sebagai ilmuwan sosial, Ibnu
Khaldun sangat menyadari bahwa
reversi tersebut tidak akan dapat
tegambarkan tanpa
menggambarkan pelajaran-pelajaran
dari sejarah terlebih dahulu untuk
menentukan faktor-faktor yang
membawa sebuah peradaban besar
melemah dan menurun drastis.

Adapun asal-usul Ibnu Khaldun
menurut Ibnu Hazm ulama
Andalusia yang wafat tahun 457
H/1065 M, disebutkan bahwa:
Keluarga Ibnu Khaldun berasal dari
Hadramaut di Yaman, dan kalau
ditelusuri silsilahnya sampai kepada
sahabat Rasulullah yang terkenal
meriwayatkan kurang lebih 70
hadits dari Rasulullah, yaitu Wail
bin Hujr. Nenek moyang Ibnu
Khaldun adalah Khalid bin Usman,
masuk Andalusia (Spanyol) bersama-
sama para penakluk berkebangsaan
Arab sekitar abad ke VII M.,
karena tertarik oleh kemenangan-
kemenangan yang dicapai oleh
tentara Islam. Ia menetap di
Carmona, suatu kota kecil yang
terletak di tengah-tengah antara
tiga kota yaitu Cordova, Granada
dan Seville, yang di kemudian hari
kota ini menjadi pusat kebudayaan
Islam di Andalusia.

Pada abad ke VII M, anak cucu
Khaldun pindah ke Sevilla yang pada
masa pemerintahan Amir Abdullah
Ibnu Muhammad dari Bani Umayyah
(274-300 H.) Andalusia dalam
suasana perpecahan dan perebutan
kekuasaan dan yang paling parah
adalah Sevilla. Dalam suasana
seperti itu anak cucu Khaldun yang
bernama Kuraib mengadakan
pemberontakan bersama Umayyah
Ibnu Abdul Ghofir, dia berhasil
merebut kekuasaan dan mendirikan
pemerintahan (sebagai Amir) di
Sevilla. Akan tetapi, karena
kekejaman dan kekerasannya dia
tidak disenangi rakyat dan
akhirnya meninggal terbunuh pada
tahun 899 H.

Banu Khaldun tetap tinggal di
Sevilla selama pemerintahan
Umayyah dengan tidak mengambil
peranan yang berarti sehingga
datangnya pemerintahan raja-raja
kecil (al-Thowalif) dan Sevilla
berada dalam kekuasaan Ibnu
Abbad. Pada masa itulah bintang
Banu Khaldun meningkat lagi sampai
pada masa pemerintahan Al-
Muwahidun. Setelah raja-raja
Thowaif mengalami kemunduran,
maka muncullah raja-raja
Muwahhidin menggeser kekuasaan
raja-raja Murabbith. Pada
pemerintahan Muwahhidun inilah
Banu Khaldun menjalin hubungan
dengan keluarga pemerintah,
sehingga mereka mempunyai
kedudukan yang terhormat.

Tatkala kerajaan Muwahhidin
mengalami kemunduran dan
Andalusia menjadi kacau balau,
maka Banu Khaldun pindah ke
Tunisia pada tahun 1223 M. Nenek
moyang Ibnu Khaldun yang
pertama mendarat ke Tunisia
adalah al-Hasan Ibnu Muhammad
(kakek keempat Ibnu Khaldun),
kemudian disusul oleh saudara-
saudaranya yang lain seperti Abu
Bakar Muhammad bin Abu Bakar
Muhammad dan lain-lain. Kakek
Ibnu Khaldun itu rata-rata
menduduki jabatan penting di
dalam pemerintahan waktu itu.
Sedangkan anaknya Abu Abdillah
Muhammad (ayah Ibnu Khaldun)
tidak tertarik kepada jabatan
pemerintahan, tetapi ia lebih
mementingkan bidang ilmu dan
pendidikan, sehingga ia dikenal
sebagai ahli dalam bidang ilmu fiqih,
meninggal tahun 749 H/1349 M. Ia
meninggalkan beberapa orang anak
diantaranya: Abu Yazid Waliuddin
(Ibnu Khaldun), Umar, Musa, Yahya
dan Muhammad. Pada waktu itu
Ibnu Khaldun baru berusia 18 tahun.

Studinya kemudian terhenti pada
749 H. Saat menginjak usia 17
tahun, tanah kelahirannya diserang
wabah penyakit pes yang menelan
ribuan korban jiwa. Akibat
peristiwa yang dikenal sebagai
Black Death itu, para ulama dan
penguasa hijrah ke Maghrib Jauh
(Maroko).

Ketika keluarga Ibnu Khaldun mulai
merasa akan semakin dekat
jatuhnya Sevilla ke tangan Spanyol
pada tahun 1248, mereka keluar
menuju Melilia-Maroko, lalu pergi
ke Tunisia pada masa kekuasaan
Abi Zakariya Hafsid pada tahun
1228-1249.

Meskipun selalu berada dalam
situasi pengungsian, keluarga Ibnu
Khaldun mampu mempertahankan
reputasi keilmuan dan status
aristokrasinya. Maka, Abu Bakar
Muhammad bin Hassan (kakek Ibnu
Khaldun) dipercaya menjabat
urusan keuangan.

Namun, Ahmed ibnu Abi Imarah
Masieli, yang berkuasa di Tunisia
pada tahun 1283-1284, menangkap
Bin Hassan serta menyita semua
kekayaannya dan akhirnya
membunuhnya. Meski demikian,
Muhammad (putra Bin Hassan),
yang merupakan kakek langsung
Ibnu Khaldun, tetap menunjukkan
loyalitas terhadap Sultan Imarah
Masieli dan menduduki beberapa
posisi penting di Tunisia dan
Aljazair.

Sementara Muhammad (putra
Muhammad)-ayah kandung Ibnu
Khaldun-memilih tidak terjun ke
dunia politik dan berkonsentrasi
pada keilmuan serta kesusastraan.
Hal itu membawa inspirasi pada
putranya, Ibnu Khaldun, untuk
mengikuti jejak ayahnya, yakni
menekuni dunia keilmuan.

Pada saat itu, Kota Tunis kaya
dengan para ulama dan
cendekiawan yang terkenal di
wilayah Arab Maghrib dan bahkan
Benua Afrika. Interaksi Ibnu
Khaldun dengan para ulama Arab
Maghrib, terutama mereka yang
beraliran rasionalis, mendorongnya
untuk belajar filsafat yang kelak
memengaruhi jalan pemikirannya.

Pendidikan Ibnu Khaldun

Pendidikan yang diperoleh Ibnu
Khaldun diantaranya adalah
pelajaran agama, bahasa, logika dan
filsafat. Sebagai gurunya yang
utama adalah ayahnya sendiri, di
samping Ibnu Khaldun juga
menghafal al-Qur'an, mempelajari
fisika dan matematika dari ulama-
ulama besar pada masanya. Di
antara guru-guru Ibnu Khaldun
adalah Muhammad bin Saad Burral
al-Anshari, Muhammad bin
Abdissalam, Muhammad bin Abdil
Muhaimin al-Hadrami dan Abu
Abdillah Muhammad bin Ibrohim al-
Abilli. Dari merekalah Ibnu Khaldun
mendapatkan berbagai macam ilmu
pengetahuan.

Pada tahun 1349 setelah kedua
orang tua Ibnu Khaldun meninggal
dunia Ibnu Khaldun memutuskan
untuk pindah ke Marokko, namun
dicegah oleh kakaknya, baru tahun
1354 Ibnu Khaldun melaksanakan
niatnya pergi ke Marokko, dan
disanalah Ibnu Khaldun
mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan pendidikan tingginya.
Selama menjalani pendidikannya di
Marokko, ada empat ilmu yang
dipelajarinya secara mendalam,
yaitu Kelompok bahasa Arab yang
terdiri dari: Nahwu, shorof,
balaghoh, khitabah dan sastra.
Kelompok ilmu syari'at terdiri dari:
Fiqh (Maliki), tafsir, hadits, ushul
fiqh dan ilmu al-Qur'an.

Kelompok ilmu 'aqliyah (ilmu-ilmu
filsafat) terdiri dari: filsafat,
mantiq, fisika, matematika, falak,
musik, dan sejarah. Kelompok ilmu
kenegaraan terdiri atas: ilmu
administrasi, organisasi, ekonomi
dan politik. Dalam sepanjang
hidupnya Ibnu Khaldun tidak pernah
berhenti belajar, sebagaimana
dikatakan oleh Von Wesendonk:
bahwa sepanjang hidupnya, dari
awal hingga wafatnya Ibnu Khaldun
telah dengan sungguh-sungguh
mencurahkan perhatiannya untuk
mencari ilmu. Sehingga merupakan
hal yang wajar apabila dengan
kecermelangan otaknya dan
didukung oleh kemauannya yang
membaja untuk menjadi seorang
yang alim dan arif, hanya dalam
waktu kurang dari seperempat
abad Ibnu Khaldun telah mampu
menguasai berbagai ilmu
pengetahuan.

Memasuki tahun ke-20 dari
usianya, Ibnu Khaldun mulai
tertarik dengan kehidupan politik,
sehingga pada tahu 755 H./1354 M.,
karena kecakapannya Ibnu Khaldun
diangkat menjadi sekretaris Sultan
di Maroko, namun jabatan ini tidak
lama di pangkunya, karena pada
tahun 1357 Ibnu Khaldun terlibat
dalam persekongkolan untuk
menggulingkan Amir bersama Amir
Abu Abdullah Muhammad, sehingga
ia ditangkap dan dipenjarakan.

Tetapi tidak lama kemudian dia
dibebaskan, yang kemudian pada
tahun itu juga setelah Sultan
meninggal dunia dan kekuasaan
direbut oleh Al-Mansur bin
Sulaiman dari menterinya Al-Hasan,
maka Ibnu Khaldun menggabungkan
diri dengan Al-Mansur dan dia
diangkat menjadi sekretarisnya.
Namun tidak lama kemudian Ibnu
Khaldun meninggalkan Al-Mansur
dan bekerjasama dengan Abu Salim.
Pada waktu itu Abu Salim
menduduki singgasana dan Ibnu
Khaldun diangkat menjadi
sekretarisnya dan dua tahun
kemudian diangkat menjadi
Mahkamah Agung. Di sinilah Ibnu
Khaldun menunjukkan prestasinya
yang luar biasa, tetapi itupun
tidak berlangsung lama, karena
pada tahun 762 H./1361 M., timbul
pemberontakan di kalangan
keluarga istana, maka pada waktu
itu Ibnu Khaldun meninggalkan
jabatan yang disandangnya.

Pada tahun 1382, ia meninggalkan
Tunisia menuju Alexandria dan
kemudian ke Cairo. Ia mulai
menjalani hidup di Cairo sebagai
pengajar di Universitas Al Azhar.
Pada tahun 1384, ia diangkat
sebagai hakim untuk mazhab Maliki.

Di Cairo pun ia memiliki banyak
musuh yang selalu berusaha
menyingkirkannya dan akhirnya ia
dipecat sebagai hakim pada tahun
1385. Ia kemudian pergi ke Mekkah
untuk menunaikan ibadah haji.
Sekembali dari Mekkah, ia
cenderung ke arah sufi dan
memimpin sebuah sekolah sufi.
Setelah 14 tahun mengajar, Ibnu
Khaldun dipercaya kembali sebagai
hakim pada tahun 1399, tetapi
dipecat lagi pada September 1400.

Pada bulan Desember 1400, Ibnu
Khaldun keluar dari Cairo menuju
Damaskus. Di Damaskus, ia kembali
menghadapi sebuah pertarungan
kekuasaan yang memaksa ia
kembali ke Cairo. Pada tahun 1401,
ia tiba di Cairo dengan sambutan
hangat dan diangkat kembali
sebagai hakim.

Rupanya tidak tahan lama Ibnu
Khaldun bergelut dengan dunia
politik dia ingin kembali ke dalam
dunia ilmu pengetahuan yang
pernah lama digelutinya. Akhirnya
dia memutar haluan bertolak ke
daerah Banu Arif bersama
keluarganya, dan di tempat inilah
Ibnu Khaldun dan keluarganya baru
merasa hidup tenang dan tentram
jauh dari kemunafikan politik.
Dalam ketenangannya itu Ibnu
Khaldun merenung ingin
menumpahkan semua pengalaman
dan liku-liku kehidupannya. Maka
dari sinilah ia mengalihkan
perjalanan hidupnya dari petualang
politik kembali kepada dunia ilmu
pengetahuan, dan mulailah ia
menyusun karya besarnya yang
kemudian dikenal dengan
"Muqoddimah Ibnu Khaldun". Selama
empat tahun tinggal di daerah
Banu Arif Ibnu Khaldun juga
menyusun sejarah besarnya Al-
'Ibar, akan tetapi karena
kekurangan referensi maka ia
pergi ke Tunisia, dan disanalah ia
menyelesaikan karyanya.

Rupanya ketenangan Ibnu Khaldun
terganggu lagi ketika Sultan
mengajaknya untuk mendampingi
menumpas pengacau, namun karena
Ibnu Khaldun sudah jenuh dengan
kehidupan politik, maka kemudian ia
pindah ke Mesir.

Di Mesir Ibnu Khaldun disambut
dengan hangat. Ilmuwan yang
sarjana ini sudah tidak asing lagi
di sana karena karya-karyanya
sudah tersebar di sana. Sebagai
orang baru Ibnu Khaldun langsung
diberi dua jabatan penting, yaitu
sebagai hakim tinggi dan sebagai
guru besar di perguruan Al-Azhar.
Setelah sekian lama berhidmat
untuk ilmu dan mengabdi kepada
Afrika Utara dan Andalusia ilmuwan
besar dan terkemuka itu
meninggal dunia pada hari Rabu
tanggal 25 Ramadhan 808 H,
bertepatan dengan tanggal 17
Maret 1406 M. dalam usianya yang
ke-76, dan dimakamkan di
pekuburan orang-orang sufi Babul
Nashr di Kairo.

Patung Ibnu Khaldun di pusat kota
Tunis yang gagah perkasa memang
seperti membersitkan dirinya
sebagai seorang ilmuwan besar
dan sekaligus politisi kawakan. Dua
identitas itulah yang melekat pada
diri Ibnu Khaldun.

***

Ibnu Khaldun menjalani masa tua
dan isolasi diri untuk konsentrasi
terhadap ilmu pengetahuan,
bermula dari usia 43 tahun hingga
wafatnya. Pada masa itu, Ibnu
Khaldun memilih meninggalkan dunia
politik. Ia kemudian keluar dari
Tiemcen dan berdomisili di wilayah
Oran selama empat tahun, yaitu
tahun 1375-1379.

Ketika tinggal di Oran, Ibnu Khaldun
mulai mengarang kitab Al
Muqaddimah yang sangat
legendaris itu. Di saat mengarang
kitab tersebut, Ibnu Khaldun
merasa kekurangan referensi,
yang memaksa ia minta izin
kepada Sultan Hafsid Abu Abbas
untuk kembali ke Tunisia. Ia tiba
di Tunis pada tahun 1378 setelah
meninggalkannya selama 27 tahun.
Ia menyelesaikan kitab Al
Muqaddimah di Tunisia.

Muqaddimah, yang diselesaikan pada
November 1377 adalah buah karya
dari cita-cita besarnya tersebut.
Muqaddimah secara harfiah
bararti 'pembukaan' atau
'introduksi' dan merupakan jilid
pembuka dari tujuh jilid tulisan
sejarah, yang secara bebas
diterjemahkan ke dalam buku "The
Book of Lessons and the Record
of Cause and Effect in the
History of Arabs, Persians and
Berbers and Their Powerful
Contemporaries."

Ibnu Khaldun terkenal sebagai
ilmuwan besar adalah karena
karyanya "Muqaddimah". Rasanya
memang aneh ia terkenal justru
karena muqaddimahnya bukan
karena karyanya yang pokok (al-
'Ibar), namun pengantar al-
'Ibarnyalah yang telah membuat
namanya diagung-agungkan dalam
sejarah intelektualisme. Karya
monumentalnya itu telah membuat
para sarjana baik di Barat maupun
di Timur begitu mengaguminya.
Sampai-sampai Windellband dalam
filsafat sejarahnya menyebutnya
sebagai "Tokoh ajaib yang sama
sekali lepas, baik dari masa lampau
maupun masa yang akan datang".

Muqaddimah mencoba untuk
menjelaskan prinsip-prinsip yang
menentukan kebangkitan dan
keruntuhan dinasti yang berkuasa
(daulah) dan peradaban ('umran).
Tetapi bukan hanya itu saja yang
dibahas, Muqaddimah juga berisi
diskusi ekonomi, sosiologi dan ilmu
politik, yang merupakan kontribusi
orisinil Ibnu Khaldun untuk cabang-
cabang ilmu tersebut. Ibnu Khaldun
juga layak mendapatkan
penghargaan atas formula dan
ekspresinya yang lebih jelas dan
elegan dari hasil karya
pendahulunya atau hasil karya
ilmuwan yang sejaman dengannya.

Dalam Al Muqaddimah, Ibnu Khaldun
menggambarkan tanda-tanda
kemunduran Islam dan jatuh
bangunnya kekhalifahan melalui
pengalamannya selama mengembara
ke Andalusia dan Afrika utara. Ia
mulai menyadari pula, walaupun
secara kultural Islam masih
berada dalam zaman keemasan,
basis material dari hegemoni Islam
ketika itu telah melemah. Misalnya,
wilayah-wilayah Islam di Afrika
utara menghadapi tantangan dari
suku-suku nomaden tradisional
serta persaingan antara penguasa
di satu sisi dan kekuatan Kristen
di sebelah utara yang menguasai
alur Mediterania di sisi lain. Invasi
Mongol dari timur juga
menggerogoti struktur yang telah
terbangun dan kota-kota
peradaban Islam.

Sebenarnya Ibnu Khaldun sudah
memulai kariernya dalam bidang
tulis menulis semenjak masa
mudanya, tatkala ia masih
menuntut ilmu pengetahuan, dan
kemudian dilanjutkan ketika ia
aktif dalam dunia politik dan
pemerintahan. Adapun hasil karya-
karyanya yang terkenal di
antaranya adalah:

1. Kitab Muqaddimah, yang
merupakan buku pertama dari
kitab al-'Ibar, yang terdiri dari
bagian muqaddimah (pengantar).
Buku pengantar yang panjang inilah
yang merupakan inti dari seluruh
persoalan, dan buku tersebut
pulalah yang mengangkat nama
Ibnu Khaldun menjadi begitu harum.
Adapun tema muqaddimah ini
adalah gejala-gejala sosial dan
sejarahnya.

2. Kitab al-'Ibar, wa Diwan al-
Mubtada' wa al-Khabar, fi Ayyam
al-'Arab wa al-'Ajam wa al-Barbar,
wa man Asharuhum min dzawi as-
Sulthani al-'Akbar. (Kitab Pelajaran
dan Arsip Sejarah Zaman
Permulaan dan Zaman Akhir yang
mencakup Peristiwa Politik
Mengenai Orang-orang Arab, Non-
Arab, dan Barbar, serta Raja-raja
Besar yang Semasa dengan
Mereka), yang kemudian terkenal
dengan kitab 'Ibar, yang terdiri
dari tiga buku: Buku pertama,
adalah sebagai kitab Muqaddimah,
atau jilid pertama yang berisi
tentang: Masyarakat dan ciri-
cirinya yang hakiki, yaitu
pemerintahan, kekuasaan,
pencaharian, penghidupan, keahlian-
keahlian dan ilmu pengetahuan
dengan segala sebab dan alasan-
alasannya. Buku kedua terdiri dari
empat jilid, yaitu jilid kedua, ketiga,
keempat, dan kelima, yang
menguraikan tentang sejarah
bangsa Arab, generasi-generasi
mereka serta dinasti-dinasti
mereka. Di samping itu juga
mengandung ulasan tentang bangsa-
bangsa terkenal dan negara yang
sezaman dengan mereka, seperti
bangsa Syiria, Persia, Yahudi
(Israel), Yunani, Romawi, Turki dan
Franka (orang-orang Eropa).
Kemudian Buku Ketiga terdiri dari
dua jilid yaitu jilid keenam dan
ketujuh, yang berisi tentang
sejarah bahasa Barbar dan Zanata
yang merupakan bagian dari
mereka, khususnya kerajaan dan
negara-negara Maghribi (Afrika
Utara).

3. Kitab al-Ta'rif bi Ibnu Khaldun
wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban
atau disebut al-Ta'rif, dan oleh
orang-orang Barat disebut dengan
Autobiografi, merupakan bagian
terakhir dari kitab al-'Ibar yang
berisi tentang beberapa bab
mengenai kehidupan Ibnu Khaldun.
Dia menulis autobiografinya secara
sistematis dengan menggunakan
metode ilmiah, karena terpisah
dalam bab-bab, tapi saling
berhubungan antara satu dengan
yang lain.

***

Wawasan Ibnu Khaldun terhadap
beberapa prinsip-prinsip ekonomi
sangat dalam dan jauh kedepan
sehingga sejumlah teori yang
dikemukakannya hampir enam abad
yang lalu sampai sekarang tidak
diragukan merupakan perintis dari
beberapa formula teori modern.

Dunia mendaulatnya sebagai `Bapak
Sosiologi Islam'. Sebagai salah
seorang pemikir hebat dan serba
bisa sepanjang masa, buah pikirnya
amat berpengaruh. Sederet
pemikir Barat terkemuka, seperti
Georg Wilhelm Friedrich Hegel,
Robert Flint, Arnold J Toynbee,
Ernest Gellner, Franz Rosenthal,
dan Arthur Laffer mengagumi
pemikirannya.

Tak heran, pemikir Arab, NJ
Dawood menjulukinya sebagai
negarawan, ahli hukum, sejarawan
dan sekaligus sarjana. Dialah Ibnu
Khaldun, penulis buku yang
melegenda, Al-Muqaddimah.

Daftar Pustaka

Ali, A. Mukti, Ibnu Khaldun dan Asal-
Usul Sosiologinya, Yogyakarta:
Yayasan Nida, 1970.

Akhmad, K.H. Jamil, Seratus Muslim
Terkemuka, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1984.

Audah, Ali, Ibnu Khaldun Sebuah
Pengantar, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1986.

Baali, Fuad dan Ali Wardi, Ibnu
Khaldun dan Pola Pemikiran Islam,
alih bahasa Osman Ralibi, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1989.

Enan, Muhammad Abdullah, Ibnu
Khaldun: His Life and Work, New
Delhi: Kitab Bhavan, 1979.

Khaldun, Ibnu, Muqaddimah Ibnu
Khaldun, (terj.) Ahmadi Thoha,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.

Raliby, Osman, Ibnu Khaldun,
Tentang Masyarakat dan Negara,
Jakarta: Bulan Bintang, 1978.

Sulaiman, Fathiyah Hasan,
Pandangan Ibnu Khaldun Tentang
Ilmu dan Pendidikan, Bandung:
Diponegoro, 1987.

_______, Sistem Pendidikan versi Al-
Ghazali, Bandung: Diponegoro, 1987.

Thoha, Nashruddin, Tokoh-tokoh
Pendidikan Islam di Jaman Jaya,
Jakarta: Mutiara, 1979.

Wafi, Ali Abdul Wahid, Ibnu Khaldun
Riwayat dan Karyanya, terj.
Ahmadie Thoha, Jakarta: Grafiti
Press, 1985.

referensi:
http://zaldym.wordpress.com/2008
/10/23/ibnu-khaldun-bapak-sosiologi-
islam/

Sociology
bapak sosiologi, ibnu khaldun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kami tunggu kritik dan saran yang membangun dari anda !!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
~@~Sahabat yang sejati adalah orang yang dapat berkata benar kepada anda, bukan orang yang hanya membenarkan kata-kata anda~@~Naluri berbicara kita akan mencintai yang memuja kita, tetapi tidak selalu mencintai yang kita puja~@~Seseorang yang oprimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap kesempatan~@~Orang besar bukan orang yang otaknya sempurna tetapi orang yang mengambil sebaik-baiknya dari otak yang tidak sempurna~@~Memperbaiki diri adalah alat yang ampuh untuk memperbaiki orang lain~@~Cinta akan menggilas setiap orang yang mengikuti geraknya, tetapi tanpa gilasan cinta, hidup tiada terasa indah~@~Dalam perkataan, tidak mengapa anda merendahkan diri, tetapi dalam aktivitas tunjukkan kemampuan Anda~@~Tegas berbeda jauh dengan kejam. Tegas itu mantap dalam kebijaksana sedangkan kejam itu keras dalam kesewenang-wenangan~@~Watak keras belum tentu bisa tegas, tetapi lemah lembut tak jarang bisa tegas~@~Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun~@~Kita semua hidup dalam ketegangan, dari waktu ke waktu, serta dari hari ke hari; dengan kata lain, kita adalah pahlawan dari cerita kita sendiri~@~Istilah tidak ada waktu, jarang sekali merupakan alasan yang jujur, karena pada dasarnya kita semuanya memiliki waktu 24 jam yang sama setiap harinya. Yang perlu ditingkatkan ialah membagi waktu dengan lebih cermat~@~