Sangat dianjurkan bersedekah/selamatan pada bulan romadlon, pada tempat-tempat mulia, dan ketika menyelesaikan urusan-urusan penting. Karena sedekah tersebut bisa menyebabkan terlaksananya hajat. Selain itu ada sebuah ayat yang berbunyi : “ketika kalian akan mengadu kepada Rosul, sebelumnya bersedekahlah”. Begitu juga sangat dianjurkan ketika dalam keadaan sakit, gerhana, dalam bepergian dan kondisi-kondisi penting lainnya.
Fatwa Ibnu Hajar
Tentang : Memeluk Atau Mencium “Makam”
Ibnu Hajar berkata : “memeluk makam atau sejenis “tabut” yang diletakkan diatas makam, (meskipun makam tersebut makam Rasulalloh SAW) dengan menggunakan tangan, dan juga menciumnya, hukumnya “makruh” dan termasuk “bid’ah yang tercela”.
Tentang Membongkar Kuburan
Membongkar kuburan setelah pe makaman, baik untuk dipindah atau lainnya, hukumnya haram.kecuali dalam keadaan darurat. Seperti:
1.Ketika dimakamkan belum dimandikan sedangkan simayit termasuk wajib dimandikan. Maka wajib untuk membongkar selama mayit tersebut belum berubah keadaannya {Membusuk}.
2.An - Nawawi dalam Syarh Al-Muhadzdzab berkata : “begitu juga dalam rangka untuk menyalati. Namun, bila kawatir jasadnya akan rusak, tidak boleh dibongkar karena yang demikian itu merusak kehormatan mayit”.
3.Dimakamkan pada tanah atau baju yang dighosob dari orang lain. Maka wajib di bongkar meskipun sudah membusuk, kemudian tanah atau baju tersebut diserahkan kembali kepada pemiliknya (jika memang tidak merelakannya). Untuk masalah baju, memang ada satu versi pendapat yang mengatakan : “Tidak usah dibongkar, tapi cukup diganti dengan harta yang nilainya sama”.
4.Pada waktu pemakaman, ada harta yang jatuh kedalam liang kubur. Baik berupa cincin atau lainnya, maka wajib membongkar kuburan tersebut untuk mengambil harta yang jatuh.
5.Dimakamkan dengan tidak menghadap kiblat. Maka wajib dibongkar selama belum membusuk kemudian dihadapkan kearah kiblat. Menurut qoul ashoh, tidak boleh membongkar dengan alasan untuk dikafani (pada waktu dimakamkan belum dikafani).
Tentang : “Lima Orang”Yang Tidak Akan Membusuk Mayatnya
Bumi enggan memakan jasad para nabi, orang alim, orang yang syahid di medan pertempuran,
orang yang hafal Al-Qur’an, dan Muadzin yang mengikhlaskan adzannya untuk Allah dzat yang menjalankan peredaran bintang-bintang di cakrawala.
" Tentang Menyiapkan Tanah Pekuburan Sebelum Meninggal Dan Wasiat Untuk Dimakamkan Ditempat Tertentu
Tidak dimakruhkan, menyediakan tanah “pekuburan” untuk diri sendiri karena yang demikian itu untuk “merenungi” makna hidup.
Al-‘Ubadi mengatakan : “Dengan sebab menyediakan tanah pekuburan, bukan berarti ia paling berhak untuk dikuburkan disitu, selama ia masih hidup. Kecuali jika ia meninggal setelah itu”. Pendapat ini disetujui oleh Ibnu Yunus.
Dan sebaiknya komentar Al-‘Ubadi tersebut dilokalisir pada keadaan ketika tidak ada wasiat dari mayit.
Sebab ketika seseorang berwasiat untuk dikuburkan disuatu tempat, maka wasiat itu harus dilaksanakan. Baik tanah pekuburan tersebut milik pribadi atau disediakan untuk masyarakat umum.
Tentang Hari Kamis, Jum’at Dan Sabtu Untuk Ziaroh Kubur
Sudah menjadi tradisi masyarakat luas, mengadakan ziaroh kubur pada hari jum’at dipagi hari.
Tradisi ini mungkin berdasarkan “tinjauan” – bahwa arwah-arwah itu mendatangi kuburan mereka mulai asharnya hari kamis sampai dengan hari sabtu (menurut anggapan mereka), lebih khusus lagi adalah hari jum’at. Barang kali arwah-arwah itu akan datang secara khusus pada hari jum’at. Karena sesungguhnya arwah-arwah itu selalu terikat dengan kuburnya secara mutlak.
Dan terkadang kita mendengar keterangan : “bahwa sebaiknya juga dianjurkan ziaroh pada hari sabtu. Karena Rasulullah saw menziarahi “syuhada uhud pada hari sabtu meskipun sebenarnya ada kemungkinan karena jauhnya jarak perjalanan dari Madinah sehingga beliau memilih hari sabtu. Lagi pula pada hari jum’at waktunya sangat sempit untuk melakukan amal-amal yang dianjurkan pada hari itu. Seperti : - bergegas berangkat ke masjid dipagi hari buta dan sebagainya.
Sayapun menyangka masalah “ziaroh kubur” pada hari sabtu ini perlu pembahasan lebih lanjut dan cobalah untuk meneliti lebih seksama !!!
Tentang Bermalam Dimakam-Makam
Di makruhkan bermalam dimakam-makam karena bisa menimbulkan kerisauan dalam kesepian. Dapat diambil pengertian dari ilat tersebut, sesungguhnya hukum makruh diatas ketika bermalam sendirian. Dan ketika bersamaan orang banyak, seperti yang banyak kita jumpai pada zaman sekarang, (para peziaroh) pada malam jum’at “bermalam dimakam”, untuk membaca Al-Qur’an atau sekedar ziaroh maka tidaklah dimakruhkan.
Tentang Orang-Orang Yang Termasuk Syahid Akhirat
Adapun orang yang termasuk syahid akhirat adalah:
1.orang yang sakit perut, yaitu: orang yang mati karena sakit perut. Baik berupa busung air (perutnya dipenuhi cairan kuning), atau sebab urus-urus(mencret).
2.orang yang mati tenggelam, meskipun tenggelamnya disebabkan maksiat, dengan meminum minuman keras misalnya. Bukan orang yang tenggelam disebabkan naik perahu atau kapal laut pada waktu angin ribut. Orang yang tenggelam dengan cara seperti ini bukan termasuk syahid.
3.orang yang mati sebab penyakit Tho’un meskipun tidak pada waktu mewabahnya penyakit Tho’un atau dengan sebab selain tho’un namun pada waktu mewabahnya tho’un atau setelahnya dengan syarat bersabar dan mengharap pahala dari Allah SWT.
4.orang yang mati disebabkab rindu dendam dengan syarat menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan meskipun dari hanya sekedar melihat orang yang dicintai. Seandainya ia berduaan dengan orang yang dicintai, tidak akan melanggar norma-norma syar’i. Selain itu juga bisa menyimpan rindu dendamnya. Sampai-sampai kepada orang jyg dicintai pun, ia tidak pernah memperlihatkannya.
5.wanita yang mati karena sakit melahir kan, mekipun hasil dari perzinaan dengan syarat tidak bermaksud untuk menggugurkan kandungannya (aborsi).
6.orang yang dibunuh secara dholim meskipun dengan hanya melihat keadaannya saja. Misalnya orang yang sebenarnya harus dihukum dengan memancung kepalanya kemudian ia dibunuh dengan membelah badannya.
7.orang mati dalam pengembaraan meskipun pengembaraannya itu tergolong maksiat. Misalnya budak yang pergi tanpa pamit dan juga istri yang pergi karena nusyuz kepada suamiya.
8.orang yang mati pada waktu mencari ilmu meskipun berada di tempat tidurnya.
9.orang yang mati terbakar api.
10.orang yang mati karena robohnya bangunan.
11.begitu juga orang yang mati mendadak atau di negeri musuh seperti dikomemtarkan Ibnu Ar-Rif’ah.
12.begitu juga termasuk syahid akhirat, orang yang mati dengan sebab di had, baik pelaksanaan tersebut melebihi ketentuan ataupun tidak, berdasarkan kemauan sendiri (taubat) ataupun tidak.
Pengertian syahid bagi mereka adalah terus menerus mendapat rizki di sisi Tuhannya, dan dalam keadaan hidup bebas dialam barzakh. Demikian ini dikomentarkan Al-Hasani.
Tentang Mengubur Mayit Di Dalam Rumah Dan Tidak Diperbolehkan Mengubur Seorang Muslim Di Pekuburan Non Muslim
Menguburkan mayit di tanah pekuburan lebih utama supaya mayit mendapatkan doa dari orang-orang yang lewat dan Peziaroh. Demikian ini dikatakan Ar-Rofi’i.
Imam-imam kita mengatakan: dikuburnya para Nabi pada tempat wafatnya merupakan Khususiah
Ad-damiri berkata: para syuhada’ juga termasuk pengecualian, seperti halnya para korban perang Uhud. Apa yang dikomentarkan Ad-damiri tersebut sama dengan madzhabnya Imam Ahmad RA.
Al-Qoffal di dl kitab Fatawi nya mengatakan: “mengubur mayit di dalam rumah hukumnya makruh”.
Dan tidak diperbolehkan mengubur seorang muslim dipekuburan orang-orang kafir atau sebaliknya.
Tanda-Tanda “Mayit” Husnul-Khotimah
Termasuk tanda-tanda “kebahagiaan” ketika kematian tiba, adalah: dahinya berkeringat, air matanya bercucuran dan lubang hidungnya mengembang. Diriwayatkan dari Salman Al-Farisi R.A. ia berkata: Aku mendengar Rosulullah S.A.W bersabda: ”Telitilah keadaan mayit ketika maut menjemputnya! Apabila dahinya dahinya berkeringat, air matanya bercucuran dan lubang hidungnya mengembang, maka RAHMATNYA ALLAH telah turun kepadanya. Dan apabila mengeluarkan suara, seperti suara anak unta tercekik, atau warna kulitnya berubah kebiru-biruan, atau mengeluarkan buih dari kedua rahangnya, maka azab ALLAH sungguh telah menimpa dirinya”. Ketiga tanda-tanda ini terkadang nampak semua atau dengan satu saja. Demikianlah ini hanya melihat amal perbuatan manusia. Sedangkan tanda-tanda ketika dalam keadaan sehat adalah mendapatkan taufik untik mengerjakan kesunahan-kesunahan sekuat tenaga.
Fatwa Syeikh Zainuddin Bin Abdul Aziz Al-Malaybari
Tentang : Bersedekah Dan Membaca Al-Qur’an Untuk Orang Yang Meninggal
Bersedekah {Selamatan} untuk mayit, yang dilakukan oleh ahli warisnya ataupun orang lain, bisa memberikan manfaat kepada simayit. Mewakafkan mushaf atau barang –barang lainnya, membangun masjid, meng-gali sumur, menanam pohon-yang dilakukan simayit (ketika masih hidup) atau dilakukan orang lain, dengan tujuan untuk simayit (ketika ia sudah meninggal) – merupakan sebagian dari contoh-contoh sedekah.
Begitu juga (bisa memberikan manfaat) – mendo’akan kepada simayit – dengan berdasarkan ijma’ ulama. Telah dijelaskan dalam hadits shohih, “sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba disurga kelak, dengan sebab “permintaan ampun dari anak untuk orang tuanya”.
Mengenai firman Allah : “Sungguh tak ada sesuatu apapun bagi manusia kecuali apa-apa yang telah diperbuatnya – merupakan dalil 'Am yang telah dipersempit pengertiannya dengan dalil khosh (berupa Ijma’ ulama dan juga Hadits diatas).
Pengertian dari manfaatnya sedekah untuk “mayit” adalah, seolah-olah mayit itu melakukan sedekah. Asy-Syafi’i R.A. berkata: “termasuk Anugerah Allah, yaitu juga mem-berikan pahala kepada orang yang bersedekah” . Oleh karena itu, Ash-Habuna berkata : setiap kali bersedekah, disunahkan berniat untuk kedua orang tuanya ; (misalnya), karena Allah akan memberikan pahala untuk kedua orang tuanya, tanpa mengurangi sedikitpun pahalanya.
Pengertian dari manfaatnya do’a untuk simayit adalah dikabulkannya permintaan yang diperuntukkan si”mayit”. Dan mengenai terkabulkannya do’a, merupakan anugerah Allah semata. Adapun “hakekat dan pahala” berdo’a merupakan bentuk “Syafa’at”, yang pahalanya untuk si-pemberi syafa’at – sedangkan apa yang menjadi maksud dan tujuan dari do’a tersebut diperuntukkan orang yang disyafa’ati”.
Memang benar do’a seorang anak, pahalanya juga diperoleh orang tuanya yang sudah meninggal. Karena wujudnya anak disebabkan oleh orang tuanya. Demikian pula “amal seorang anak” juga menjadi bagian dari “amal orang tuanya”. Sebagai mana sebuah hadits menerangkan : “akan putus amal anak Adam , kecuali tiga perkara” – kemudian Rasulullah mengatakan : “atau anak saleh; muslim yang mau mendo’akannya. Do’a seorang anak, oleh Rosulullah Saw’. dijadikan bagian dari amalnya.
Sedangkan mengenai bacaan “Al-Qur’an” – sungguh An-Nawawi didalam “Syarh muslim” mengatakan : “menurut pendapat masyhur dari kalangan madzhab Safi’i : “pahalanya tidak bisa sampai kepada mayit”. Sebagian dari Ash-Habuna mengatakan “pahalanya bisa sampai kepada mayit asalkan ada tujuan “bacaan” tersebut memang diperuntukkan si-mayit (meskipun adanya tujuan tersebut setelah selesainya bacaan) pendapat ini juga dikemukakan “A’immah tsalasah dan dipilih banyak sekali ulama’ dari kalangan kita, dan juga dibuat pegangan oleh As-subki dan yang lainnya.
Fatwa Asy-Syarwani
Tentang : Menziarohi Kuburan Atau Makam Orang-Orang Non Muslim Dan Tujuan-Tujuan Ziaroh Kubur
Tidak disunahkan menziarohi kuburan orang kafir namun boleh dilakukan seperti diterangkan “An-nawawi” didalam kitab “al-Majmu’” dan apabila ziaroh kubur itu tujuannya untuk “merenung” maka tidak ada bedanya antara ziarah kekuburan orang muslim atau non muslim atau untuk mengingat datangnya “kematian” dan “akherat” maka sudah di anggap cukup dengan melihat kuburan mana saja meskipun tidak tahu siapa yang dikubur disana, atau untuk mendo’akan – maka disunahkan menziarahi kuburan orang muslim untuk tujuan ini. Atau untuk “ngalap berkah” – maka disunahkan menziarohi kuburan orang-orang sholeh – karena meskipun mereka dialam barzakh, masih juga berperan didalam urusan dunia dan menebarkan sawab berkah yang tak terhingga atau ziaroh untuk memenuhi hak seorang teman karib
Tentang : “Fidaan Dengan Membaca Kalimah Thoyyibah 70 Ribu Kali Atau Surat Al-Ikhlash Seratus Ribu Kali”
Imam Ahmad dan yang lainnya, meriwayat kan hadits :”perbaruilah iman kalian !!!”. Ditanyakan kepada Beliau :”Bagaimana kami memperbarui iman ?”. Beliau menjawab :”Perbanyaklah membaca Laa Ilaaha Illallah”.
Menurut satu riwayat, suatu ketika Syeikh Abu Rabi’ Al-Malaqi berada didekat “hidangan makanan’, sambil berdzikir ‘Laa Ilaaha Illallah” sebanyak 70 ribu kali. Didekat hidangan tersebut duduk seorang pemuda “Ahli Kasyf”. Ketika pemuda tersebut mengeluarkan tangan, hendak meraih makanan, tiba-tiba meledaklah tangisnya, dan tidak jadi mengambil makanan.
Orang-orang yang hadir disitu menjadi heran dan lantas bertanya :”Kenapa engkau menangis?”. Pemuda itu menjawab : “saya melihat neraka jahanam dan ibuku ada disana”.
Syeikh Abu Rabi’ mengatakan : “dalam hatiku aku berdo’a, ya Allah !!! engkau tahu, aku telah membaca “tahlil” sebanyak 70 ribu kali, tahlil ini aku jadikan “pembebasan” ibu pemuda ini dari api neraka.
Tidak lama kemudian pemuda ini berkata : “Alhamdulillah aku melihat ibuku, sungguh telah keluar dari neraka aku tidak tahu apa penyebabnya". Dengan hati gembira, pemuda ahli Kasf ini akhirnya mau makan bersama para jamaah yang hadir ditempat itu. Tahlil dengan bilangan ini (70 ribu kali) disebut 'Ataaqoh Shughro (Fida’ Sughro)
Sama halnya dengan surat Shomadiyah (surat Al-Ikhlash) ketika dibaca sebanyak 100 ribu kali, yang biasa disebut 'Ataaqoh Kubro (fida’ Kubro) meskipun bilangan ini di angsur beberapa tahun, tidak menjadi masalah. Karena dalam hal ini tidak disyaratkan terus menerus.
Fatwa Ali Syibramalisyi, tentang : "merias mayit"
Ada sebuah pertanyaan ditengah-tengah kami mengajar, tentang hukum "merias tangan dan kaki mayit dengan pewarna daun inai, seperti banyak terjadi dikota-kota ataupun kampung-kampung kita" ?
Kami pun menjawab pertanyaan ini : bahwa menurut pendapat yang tepat, demikian itu haram bagi mayit laki-laki sebagaimana diharamkan ketika mereka masih hidup.
Dan makruh bagi mayit wanita dan anak-anak.
Fatwa Ibnu Hajar tentang : ketika ada kejadian orang meninggal, kemudian hidup lagi
Ditanyakan kepada beliau –semoga Allah memanjangkan umurnya- tentang : ketika seseorang meninggal, kemudian oleh Allah dihidupkan lagi. Bagaimana hukum harta warisan dan istrinya ?
Beliau menjawab : ketika seseorang meninggal kemudian hidup lagi apabila memang diyakini “kematiannya” dengan berdasarkan khabar dari orang yang ma’shum, maka kehidupan yang kedua tidaklah punya pengaruh hukum. Karena kejadian seperti ini merupakan peristiwa diluar kebiasaan. Sedangkan suatu kejadian luar biasa, tidaklah bisa digunakan sebagai standar hukum. Lagi pula orang seperti ini, pada umumnya tidak bisa hidup lama seperti halnya orang yang hidup lagi dengan sentuhan mu’jizat nabi Isa Alaihissalam. Dengan keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan yang kedua tersebut tidaklah membawa dampak hukum dalam arti istri-istrinya bisa dinikahi dan ahli warisnya berhak atas hartanya.
Mungkin inilah hasil yang saya peroleh dari uték-uték hp, kiranya sangat sederhana bagi anda,tapi bagi saya, sangatlah melegakan. . . .
Tujuan kami, tidak lain hanyalah untuk saling berbagi, krena hidup terasa indah dengan berbagi..
Thanks telah mampir !
dari kami selamat membaca
Laman
Jumat, 29 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



































Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kami tunggu kritik dan saran yang membangun dari anda !!!