WELCOME

SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI MOECHTAR EL-NAOEMI, SILAHKAN ANDA MEMBACA-BACA ARTIKEL YANG ANDA SUKA, TAPI JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK ANDA/COMENT POSITIF YANG UNTUK KAMI SANGAT BERARTI . . . . THANKS YOUR VISITED SELAMAT MEMBACA ! ! ! !
English Arabic French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Senin, 02 Mei 2011

Re-Setting Your Mind untuk Sukses


Untuk sukses, baik di negeri sendiri apalagi di tanah rantau, re-setting pikiran dan perbuatan sangatlah krusial. Bagaikan komputer, setiap kali hard disk sudah tidak mencukupi, ada baiknya untuk di-upgrade. Juga ketika banyak “error” alias “kegagalan” dalam hidup, ada baiknya untuk di-re-boot.

Re-setting mind adalah cara yang paling jitu untuk bisa “mengubah nasib” dengan cara mengubah cara berpikir dan perbuatan kita. Hampir sepuluh tahun yang lalu, ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di Berkeley, bisa dibilang saya adalah “orang kamso” yang tidak mengerti apa-apa. “Culture shock” lah istilahnya, tahunya hanya jalan kaki dari dormitory di Norton Hall Durant Avenue ke kelas dan jalan-jalan weekend saja. Semuanya asing sehingga saya tidak begitu bisa “menangkap” apa yang terjadi di sekitar saya.

Sebenarnya, apa yang perlu “ditangkap” adalah perubahan apa yang terjadi di dalam diri kita ketika lingkungan kita berubah. Seperti sekarang harga BBM sudah tidak semanis dulu, jalan raya sudah demikian macetnya sehingga polusi sudah demikian kelabunya, serta keadaan politik yang sudah tidak menentu di tanah air. Ini semua adalah perubahan. Jadi kalau Anda pergi merantau, Andalah yang mengunjungi perubahan, kalau Anda tetap di tanah air, perubahanlah yang datang kepada Anda. Sama saja, sama-sama perubahan inilah yang membuat Anda “mabok perubahan.”

Ada orang yang secara psikis dan biologis menanggapi perubahan dengan keluh-kesah dan depresi. Ada pula yang menanggapinya dengan antusiasme yang tinggi karena “misteri” apa yang ada di ujung terowongan perubahan itulah yang menarik buatnya. Bagaimana ending perjalanan perubahan inilah yang menarik.

Jadilah yang kedua. Jika Anda adalah yang pertama (depresi), latihlah diri sendiri dengan memperkuat batin. Jika Anda adalah orang yang religius, jangan sekali-kali “meminta secara spesifik” dalam suatu bentuk yang Anda inginkan, misalnya “Saya mohon agar dikabulkan permohonan saya yaitu satu rumah yang elok dan gaji yang tinggi.” Namun, mintalah ke Yang Kuasa, “Mohon saya diberikan kekuatan, ketabahan dan keberanian untuk menjalankan hidup ini sebaik mungkin.”

Rabindranath Tagore pernah berkata, “Let me not pray to be sheltered from danger, but to be fearless in facing them. Let me not beg to for the stilling of my pain, but for the heart to conquer it.” Janganlah memohon untuk dilindungi dari bahaya, namun supaya diberikan keberanian dalam menghadapinya. Janganlah memohon supaya rasa sakit dihilangkan, namun supaya diberikan hati yang besar untuk menaklukkan rasa sakit itu.

Di perantauan, sebagaimana di tanah air, Teori Pareto 20-80 bekerja dengan jelas. Hanya 20% dari perantau yang sukses, sisanya pulang kampung atau termajinalisasi sebagai pariah. Mungkin tidak sebagai pariah dalam arti sebenarnya, namun stuck di satu tempat karena masalah-masalah yang bersumber dari kepribadiannya sendiri.

Mari kita telaah.

Keyakinan yang bersumber dari sumber-sumber yang salah kaprah, namun telah membentuk kepribadian seseorang sedemikian dalamnya sehingga re-setting mind sudah merupakan sesuatu yang almost impossible. Sebagai contoh, mind set bahwa seorang istri adalah seorang “dependent” alias “yang tergantung” sudah merupakan konsep yang kadaluwarsa. Ketergantungan emosional (sebagaimana pasangan suami istri dan sahabat karib) bukanlah justifikasi yang benar untuk segala hal.

Sebagai contoh, seorang istri yang memiliki kelebihan yang sangat tangible adalah juga seorang manusia. Jadi, mengecilkan arti kelebihan seorang manusia adalah suatu lelucon tidak lucu yang sangat tidak pantas dan sangat mengecilkan arti hakiki seorang manusia. Jelas sebagai seorang istri ia punya ketergantungan emosional dengan suaminya dan anak-anaknya, namun peran “istri” hanyalah satu dari sekian banyak earned status (istilah antropologinya). Melihat seorang wanita hanya sebagai “istri” adalah suatu konsep yang mungkin sudah ketinggalan zaman ratusan tahun lamanya. Maka saran saya, lihatlah dunia dalam proporsinya.

Manusia => Wanita => Istri => Ibu

Manusia => Wanita => Berkarir => Berkarir di PT XYZ => Manager => Punya Uang

Pandanglah seseorang sebagai “manusia” dulu, yang identik statusnya dengan Anda. Ia sama-sama punya darah dan daging, bisa sakit dan bisa mati suatu hari, terlepas dari siapa pun status sosialnya. Jangan sebaliknya. Apalagi jika seseorang itu orang “kaya”. Maka seakan-akan dia bukan lagi “manusia” karena segala pernak-perniknya yang bermerek.

Re-set your mind untuk hal-hal yang bersumber dari salah kaprah. Jangan biarkan hidup dalam kesalahkaprahan terus-menerus. Ibaratnya seperti Anda melihat gajah, jangan hanya belalainya saja, namun pandanglah luas keseluruhannya. Demikian pula dalam hidup. Dalam melihat permasalahan atau sedang menarik kesimpulan, jangan hanya mengambil satu segi saja.

Ada juga beberapa sumber lainnya yang sama dahsyatnya dalam mengunci pikiran salah kaprah kita, misalnya dari slogan-slogan, peribahasa, propaganda pemerintah, dan lain-lain. Sebagai contoh yang paling jelas adalah Pancasila. Pancasila “dipercaya” sebagai satu-satunya landasan negara yang paling bagus di seluruh dunia. Apa benar?

Ini jelas salah kaprah. Pandanglah Pancasila identik dengan landasan-landasan negara lain, buatlah perbandingan yang seimbang tanpa memasukkan unsur-unsur perasaan. Obyektiflah memandang Pancasila hanya sebagai salah satu bentuk landasan negara yang ada di dunia. Bagaimana hasil perbandingan itulah yang pantas untuk Anda ambil sarinya. Ambillah keputusan sendiri tentang kualitas dan kredibilitas Pancasila dari hasil perbandingan itu, jangan dengan mudah saja menelan “ini bagus” dan “paling bagus di seluruh dunia”.

Mungkin benar Pancasila paling sesuai dengan kultur Indonesia, namun yang jelas sangatlah congkak bagi kita untuk mengatakan bahwa Pancasila adalah landasan negara yang paling bagus di seluruh dunia. Karena, dengan menyatakan demikian, kita merendahkan landasan-landasan negara lain, termasuk negara-negara adidaya yang paling cepat menurunkan tangan ketika tanah air kita mengalami bencana. Juga ini berarti merendahkan negara-negara sahabat kita yang kita kasihi.

Jagalah hubungan kita di dunia dengan orang lain karena bisa saja suatu hari kita memerlukan mereka. Jangan congkak dengan cara memandang dunia yang sempit dan tidak pada proporsinya.

See beyond what’s given to you. Seek within. Seek without. Re-set your mind dengan cara melihat dunia dalam proporsinya. Anda pasti bisa sukses dengan mind set yang seperti ini. Di tanah air maupun di rantau.

* Jennie S. Bev adalah konsultan, entrepreneur, educator dan penulis dari lebih dari 20 buku, 900 artikel and 1.200 resensi buku yang telah diterbitkan di USA, Canada, UK, Germany, France, Singapore dan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kami tunggu kritik dan saran yang membangun dari anda !!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
~@~Sahabat yang sejati adalah orang yang dapat berkata benar kepada anda, bukan orang yang hanya membenarkan kata-kata anda~@~Naluri berbicara kita akan mencintai yang memuja kita, tetapi tidak selalu mencintai yang kita puja~@~Seseorang yang oprimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap kesempatan~@~Orang besar bukan orang yang otaknya sempurna tetapi orang yang mengambil sebaik-baiknya dari otak yang tidak sempurna~@~Memperbaiki diri adalah alat yang ampuh untuk memperbaiki orang lain~@~Cinta akan menggilas setiap orang yang mengikuti geraknya, tetapi tanpa gilasan cinta, hidup tiada terasa indah~@~Dalam perkataan, tidak mengapa anda merendahkan diri, tetapi dalam aktivitas tunjukkan kemampuan Anda~@~Tegas berbeda jauh dengan kejam. Tegas itu mantap dalam kebijaksana sedangkan kejam itu keras dalam kesewenang-wenangan~@~Watak keras belum tentu bisa tegas, tetapi lemah lembut tak jarang bisa tegas~@~Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun~@~Kita semua hidup dalam ketegangan, dari waktu ke waktu, serta dari hari ke hari; dengan kata lain, kita adalah pahlawan dari cerita kita sendiri~@~Istilah tidak ada waktu, jarang sekali merupakan alasan yang jujur, karena pada dasarnya kita semuanya memiliki waktu 24 jam yang sama setiap harinya. Yang perlu ditingkatkan ialah membagi waktu dengan lebih cermat~@~