(Merefleksikan Filsafat Sejarah
George W. F. Hegel)
Oleh: Bernhard Morin Epalonian
I. Pengantar
R.G. Collingwood, dalam The
Philosophy of History in Our Time,
menulis bahwa pemikiran sejarah
tidak diragukan lagi sejalan atau
sama dengan persepsi, dan bahwa
penulisan sejarah tergantung
bagaimana seorang sejarawan
memandang atau mempersepsikan
sesuatu atau seseorang di masa
lalu yang menjadi kajiannya.
Pandangan ini menunjukkan sebuah
subjektivisme penafsiran sebuah
sejarah melalui setiap telaah
filosofis. Lalu apa yang
dimaksudkan sebagai filsafat
sejarah? Ungkapan filsafat sejarah
secara tradisional berarti usaha
memberikan keterangan atau
tafsiran yang luas mengenai
seluruh proses sejarah. Namun
kajian filsafat sejarah yang
dimaksud adalah kajian yang tidak
hanya berusaha untuk memahami
masa lampau dalam perspektif
masa kini, akan tetapi juga
berusaha untuk membuat suatu
proyeksi ke masa depan. Dengan
memahami ketiga dimensi waktu,
yang dahulu, yang kini, dan yang
akan datang, seorang filsuf
sejarah dapat memahami
perkembangan sejarah kemanusiaan
secara untuh.
Namun muncul sebuah pertanyaan.
Bagaimana sejarah masa kini dapat
memasukkan masa lalau sebagai
bagian dari dirinya, jika memang ia
memiliki potensi dan harapan
besar? Bagi Plato, anamnesis
adalah pengertian pokok untuk
menerangkan proses pengetahuan
manusia. Perjumpaan dengan
kejadian dan ciptaan yang
partikular, manusia diingatkan
kembali akan idea abadi yang
universal sebagai potensi aslinya,
yang dulu dikenalnya. Dengan
demikian, proses belajar dan
pengetahuan manusia itu hanyalah
sekedar "mengingat kembali apa
yang dilupakannya" Namun hal
semacam ini dikembangkan George
Wilhelm Friedrich Hegel dalam
filsafat sejarah-nya. Oleh Hegel,
ingatan dihubungkan dengan
peristiwa sejarah manusia, artinya
sebagai tempat untuk mewujudkan
ingatan itu menjadi kenyataan di
masa depan. Ingatan juga
merupakan proses penyadaran dari
tahap pra-kesadaran manusia
kepada kepenuhan dirinya. Ini
artinya ia akan meraih secara
penuh kebebasan dalam sejarah
manusia secara nyata. Di sini
tampak jelas perbedaan refleksi
tentang ingatan pada Plato dan
Hegel. Bagi Plato, ingatan adalah
kesempurnaan akan pengetahuan.
Sedangkan bagi Hegel, kebebasanlah
yang menjadi tujuan dari proses
penyadaran dalam sejarah manusia.
II. Sejarah sebagai perjalanan roh
menuju kebebasan
(Sebuah Iktisar Pemikran Hegel
dalam Philosophy of History)
Hegel merupakan seorang filsuf
idealis berkebangsaan Jerman yang
lahir pada tahun 1770 dan
meninggal pada tahun 1831. Ia juga
seorang filsuf monis dalam fakta.
Menurutnya, setiap hal yang
berhubungan satu sama lain dalam
sistem besar dan kompleks atau
keseluruhan yang disebut absolut.
Dengan itu, idealisme monistik
sebagaimana dikemukakannya dalam
Phenomenology of Mind,
membawanya kepada keyakinan
bahwa hanya terdapat suatu
pemikiran atau substansi mental.
Teori Hegel tentang kebenaran
berkaitan dengan idealisme ini, di
mana ia berpendapat bahwa yang
riil adalah apa yang rasional dan
bahwa 'yang benar adalah
keseluruhan'.
Dalam bukunya Philosophy of
History, Hegel mengembangkan
sebuah teori yang didasarkan pada
pandangan bahwa negara
merupakan realitas kemajuan
pikiran ke arah kesatuannya
dengan nalar (ratio). Ia melihat
negara sebagai kesatuan ujud dari
kebebasan objektif. Namun ada pun
nafsu subjektif sebagai sebuah
'organisasi rasional' dari sebuah
kebebasan yang sebenarnya
berubah-ubah dan sewenang-
wenang melalui tingkah laku
individual. Ia membahas dunia
Timur, dunia Yunani-Romawi, dan
dunia Germania. Pembagian ini
didasarkan atas trias Hegel, yakni
roh objektif, roh subjektif, dan
roh mutlak. Dalam dunia Timur,
'roh' belum sadar diri, manusia
masih berada dalam keadaan alami
sedangkan roh berkarya dan
menyusun dalam objektifitas
(seperti hukum alam). Dalam dunia
Yunani-Romawi timbul subjektivitas,
di mana roh menempatkan diri di
luar dan berhadapan dengan apa
yang ada secara objektif. Akan
tetapi roh subjektif semula
kurang memahami kenyataan
objektif. Baru dengan munculnya
roh mutlak di dalam dunia
Germania terjadi 'perukunan'
antara yang subjektif dan yang
objektif.
Representasi filsafat sejarah Hegel
terlihat nyata dalam bentuk-
bentuk kekuasaan di dalam negara.
Negara merupakan realitas
kemajuan pikiran ke arah kesatuan
dengan nalar. Ia melihat negara
sebagai kesatuan wujud kebebasan
objektif dan nafsu subjektif
merupakan bentuk 'organisasi
rasional' dari sebuah kebebasan
yang sebenarnya berubah-ubah
ketika tingkah laku individual
dibiarkan sewenang-wenang.
Sejarah bagi Hegel mencapai
puncak perkembangannya pada
Dunia Jerman, yang telah
memasuki periode Roh menyadari
bahwa ia adalah bebas, lantaran ia
menginginnkan kebenaran, Keabadian
yang berada dalam dirinya dan
untuk dirinya sendiri Universal.
Bagi Hegel sejarah dunia tidak lain
merupakan perkembangan ide
tentang kebebasan. Filsafat
mengaitkan dirinya hanya dengan
ide yang mencerminkan dirinya
dalam sejarah dunia. Sejarah dunia
dengan seluruh adegannya yang
berubah adalah proses
perealisasian 'roh', dan ini
merupakan Theodiciae sejati, yaitu
peneguhan Tuhan dalam sejarah.
Hanya pengetahuan ini yang dapat
mendamaikan roh dengan sejarah
dunia, yaitu bahwa apa yang akan
terjadi, dan yang sedang terjadi
setiap hari, tidak hanya bukan
"tanpa Tuhan", melainkan benar-
benar merupakan karya Tuhan
Sejarah menurutnya bukanlah
sekedar deretan peristiwa, tapi
suatu proses yang dapat
dimengerti, dikuasai oleh hukum-
hukum objektif, yang hanya
terfahami dengan memandang
sejarah sebagai suatu keseluruhan.
Ia bukanlah sebuah kisah kemajuan
yang uniform satu arah, tapi
suatu proses yang dialektis. Maka
sejarah menurut Hegel pertama-
tama adalah cerita tentang
perkembangan akal atau roh.
Setiap periode dan setiap negeri
punya perangkat ide-ide sendiri
yang berbeda. Setiap tingkat
perkembangannya dikarakterisasi
oleh adanya pertentangan antara
kekuatan yang baku lawan. Ia
hanya rukun kembali dalam suatu
sintesa yang lebih tinggi di tingkat
selanjutnya, namun demi
menghimpun pertentangan-
pertentangan baru Dan
perkembangan dialektis dari ide-ide
itu adalah motor sejarah.
III. Refleksi Makna Dialektika
dalam Peradaban Manusia
Jika kita membaca sejarah
berbagai peradaban dan
kebudayaan manusia di muka bumi
ini, baik itu menyangkut sejarah
dunia pada umumnya maupun
sejarah kedaerahan, niscaya tidak
akan pernah luput dari yang
dinamakan tragedi, ketimpangan,
perang, kudeta, penjajahan,
diskriminasi, perbudakan dan lain
sebagainya, yang pada dasarnya
dapat dikategorikan sebagai
'ketimpangan sejarah'. Momen-
momen sejarah bukan sebuah
peristiwa bentukan ruang dan
waktu yang datang begitu saja
dan dengan demikian kita
menerimanya begitu saja dengan
pasrah. Sejarah adalah harapan
manusia akan realitas. Sejarah
adalah manifestasi kesadaran
waktu manusia yang membentang
dari masa lalu hingga menjangkau
ketakterhinggaan kemungkinan di
masa depan. Kedua sisi itu
bertemu di sini dan di waktu
sekarang. Lalu apakah yang
menentukan bentuk sejarah di
masa depan selain harapan-
harapan, keinginan, bahkan nafsu
dan ambisi umat manusia yang
saling bergulat dan berkejaran
pada masa sekarang? Ideologi,
agama (sisi eksoteriknya),
kekuasaan, imagologi kolektif, dan
sebagainya adalah contoh-contoh
dari sekian banyak bentuk varian
dari 'motivasi kreatif' pembentuk
sejarah. Lalu bagimana dengan
sejarah kehidupan setiap orang
ketika yang membentuk sejarah
adalah dominasi faktor eksternal
dari dirinya?
Setiap manusia pada hakekatnya
memiliki hak yang sam untuk
mengukir sejarah lalu menentukan
masa depan. tetapi karena nafsu
dan keserakahan segolongan orang,
maka terjadi berbagai tragedi dan
ketimpangan sejarah. Penindasan,
korupsi, perdagangan manusia,
penganiayaan dan sebagainya,
merupakan bentuk-bentuk
ketimpangan sejarah. Tetapi
manusia modern menganggap diri
sumber sekaligus pelaku sejarah,
dan menolak semua yang merujuk
ke transendensi, tetapi kemudian
mengalami "teror sejarah". Orang
jatuh ke dalam nihilisme karena
tak mampu menjelaskan beragam
kejahatan ekstrim sepanjang
sejarah. Kondisi eksternal tidak
mungkin berubah, kecuali manusia
mengenali sosok tersembunyi paling
mencemaskan yaitu kerentanan
hati. Kejahatan tidak menyergap
manusia dari dunia gaib. Sebab,
prasyaratnya ada dalam kegagalan
manusia memeluk kondisi asali,
yaitu merindu kepada Yang Satu
dan Kudus. Hanya bila hati tunduk,
kebebasan ia peluk.
Sudah banyak para pemikir yang
sadar akan pentingnya
keseimbangan sejarah, kemudian
untuk mewujudkanya, mereka
membuat antitesis terhadap nilai-
nilai yang mapan yang segera
diprogramkan untuk implementasi
kebudayaan secara kolosal.
Contohnya Karl Marx pada Abad
Pertengahan, melihat ketimpangan
peradaban yang didominasi oleh
kapitalisme maka dengan segera ia
membangun tesis tentang
'masyarakat tanpa kelas', 'diktatur
proletar' dan fokus kritiknya
hanya tertuju pada masalah
produksi dan tidak menyentuh
masalah konsumsi. Padahal dalam
persoalan ekonomi khususnya
sekarang ini yang menjadi masalah
dalam perspektif kapitalis-
neoliberalis bukan hanya terbatas
pada masalah overproduksi yang
dilakuakn oleh kaum kapitalis,
melainkan juga overkonsumsi yang
dilakukan oleh masyarakat sendiri.
Namun terbukti bahwa kritiknya
pincang dan usahanya kandas dan
gagal.
Kegagalan Marx dan kaum
Marxisme dalam membangun
harmonitas sejarah bukan hanya
difaktori oleh masuknya unsur
politik-egosentris serta
pragmatisme pada ranah
praksisnya, melainkan karena ide
Marx sendiri tentang 'masyarakat
tanpa kelas' adalah faham yang
ekstrim sehingga bertentangan
dengan sunatullah, bertentangan
dengan 'hukum alam'.
Sesuatu yang ekstrim tidak bisa
disembuhkan dengan yang ekstrim
lagi. Maka profetisme merupakan
pilih tepat bagi umat manusia, di
mana setiap orang mendambakan
universalitas cinta dalam
membangun sejarahnya. Tanpa
universalitas cinta ideologi
pluralisme tak akan kekal. Maka
perlu keluasan batin dalam
mengayomi dan memahami
perbedaan sesama, agar toleransi
itu sendiri kekal.
Keluasan batin untuk membangun
profetisme menuju univesalitas
cinta sejatinya inilah yang
sejatinya dapat hadir melalui
sebuah dialektika. Suatu dialektika
terhadap realitas yang memandang
adanya 'realitas mutlak' atau roh
mutlak (absolute) atau idealisme
mutlak dalam kehidupan. Bentuk
dialektika inilah yang sangat
berpengaruh dalam memandang
sejarah secara global. Ini terbukti
di mana dialektika sanggup
memasukkan pertentangan didalam
sejarah sehingga dapat
mengalahkan dalil-dalil yang
bersifat statis. Satu analisis
dialektik sejarah dari subjek (yang
menuju pemikiran filsafat)
memunculkan kesadaran diri
sebagai Geist (Roh), subjek menjadi
subjek yang yang menyejarah yang
memuat keterbatasan, tetapi juga
yang oleh keharusan ontologis
memiliki kemungkinan untuk
pengetahuan mutlak. Maka
semangat profetisme samapi
dengan zaman ini harus
teruaktualisasikan dalam sebuah
semangat dialektika. Profetisme
yang sejatinya mengimpikan
universalitas cinta untuk menghiasi
sejarah manusia merupakan sebuah
proses dialektis. Menurut Hegel,
bukanlah sebuah kisah kemajuan
yang seragam dan searah arah,
tapi suatu proses yang dialektis.
Setiap tingkat perkembangannya
dikarakteristik oleh adanya
pertentangan antara kekuatan
yang berlawan. Pertentangan itu
hanya dapat didamaikan oleh suatu
sintesa yang lebih tinggi pada
tingkat selanjutnya.
Dialektika Hegel merupakan sebuah
proses restorasi yang
perkembangannya berasal dari
kesadaran diri dan akhirnya akan
mencapai kesatuan dan kebebasan
yang berasal dari pengetahuan diri
yang sempurna. Di sinilah
universalitas cinta pun terbangun,
lalu dialektika akan selalu menjadi
suatu aktvitas peningkatan
kesadaran diri atas pikiran, yang
menempatkan objek-objek yang
nampak independen ke arah
rasional. Dengan inilah Hegel mampu
meyakinkan setiap orang bahwa
sejarah merupakan suatu nilai
yang sangat berharga dalam
peradaban manusia. Dialektika
dalam peradaban menghadirkan
keluasan batin manusia untuk
membangun suatu profetisme
menuju univesalitas cinta sebagai
wujud kesadaran diri dalam sebuah
peradaban.
IV. Catatan Akhir
Kesadaran manusia tentang
sejarah telah dimulai sejak adanya
filsuf yang berpikir mengenai
sejarah, perkembangan dan
peradaban manusia. Beberapa ahli
filsafat Yunani Kuno telah melakah
maju dengan berpendapat bahwa
arus sejarah yang simpang siur
itu sebetulnya berdasar pada
sebuah rencana yang masuk akal.
Filsafat sejarah tidak hanya
berusaha untuk memahami masa
lampau dalam perspektif masa kini,
akan tetapi juga berusaha untuk
membuat suatu proyeksi ke masa
depan. Dengan memahami ketiga
dimensi waktu itu, seorang filsuf
sejarah berusaha untuk memahami
perkembangan sejarah kemanusiaan
secara untuh.
Pemikiran Hegel tentang sejarah
melalui telaah filosofis telah
menempati bagian yang utuh dari
dunia kefilsafatan. Dengan
pemikiran yang berdialektika
terhadap realitas ia memandang
adanya 'realitas mutlak' atau roh
mutlak atau idealisme mutlak
dalam kehidupan. Dengan segala
dinamika pemikirannya, Hegel
mampu membuka ranah
intelektualitas kita secara lebih
luas dalam menyikapi sejarah tidak
hanya sebagai fenomena realitas,
namun juga luas perwujudan atas
perubahan kondisi peradaban
manusia di masa depan. Dia telah
menempatkan roh dunia, rasio
manusia, dan kebebasan untuk
memperoleh makna dan posisi yang
nyaman di dalam konteks sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T., Surjomihardjo, A., (ed),
Ilmu Sejarah dan Historiografi;
Arah dan Perpektif. Jakarta:
Gramedia, 1985.
Ankersmit, R. F., Refleksi Tentang
Sejarah: Pendapat-Pendapat
Modern Tentang Filsafat Sejarah.
Jakarta: Gramedia, 1987.
Bertens, K., Panorama Filsafat
Modern. Jakarta: Gramedia, 1987.
Collinson, D., Lima Filosof Dunia
Yang Menggetarkan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001.
Hegel, G.W.F., Filsafat Sejarah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Meulen, W. J., Ilmu Sejarah dan
Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1987.
R.G. Collingwood, et.al., The
Philosophy of History in Our Time.
New York: Doubleday Anchor Books,
1959.
Suseno, F. M., Pemikiran Karl Marx:
Dari Sosialisme Utopis ke
Perselisihan Revisionisme. Jakarta:
Gramedia, 2005.
Wibowo, I, Priyono H., Sesudah
Filsafat: Esai-Esai untuk Franz
Magnis-Suseno. Yogyakarta:
Kanisius. 2006.
Situs Internet:
http://suficinta.wordpress.com/2
007/10/27/ Diakses: 6 Desember
2008.
Mungkin inilah hasil yang saya peroleh dari uték-uték hp, kiranya sangat sederhana bagi anda,tapi bagi saya, sangatlah melegakan. . . .
Tujuan kami, tidak lain hanyalah untuk saling berbagi, krena hidup terasa indah dengan berbagi..
Thanks telah mampir !
dari kami selamat membaca
Laman
Kamis, 18 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kami tunggu kritik dan saran yang membangun dari anda !!!