"Hei, anak cina, ngapain kamu
datang ke masjid ini?" Begitulah
sapaan teman-temanku saat
aku masih kecil dulu. Hatiku
begitu tersayat mendengar kat-
kata itu. "Orang cina kok mau
sholat! Tempatmu bukan disini.
Udah pergi aja sana!" kata
mereka sambil tertawa
mengejek satu sama lain. Ejekan
itu terasa seperti jutaan peluru
yang tak henti-hentinya
menembaki dan menusuk ke
dalam relung hati. Sungguh aku
tak munafik bahwa aku sangat
sedih dan merasa terhina
karena ejekan teman-temanku
itu. Tapi, aku berusaha untuk
menenangkan diri, meski ego
dalam jiwa ini terus bergejolak.
Apa gunanya aku marah dan
perang mulut dengan mereka.
Jelas aku akan kalah. Mereka
berjumlah lebih banyak dari aku.
Sedangkan aku, aku hanya
sholat di masjid ini hanya
dengan satu orang sahabat
baikku. Zahra namanya. Dia
yang selalu membuat aku sabar.
Dia yang selalu membelaku di
hadapan teman-teman yang
selalu nenyindirku itu. Dia sosok
yang selalu melindungi dan
menghibur aku di kala aku
merasa menjadi anak yang
terbuang dari pergaulanku saat
aku kecil dulu.
Bahkan pernah suatu hari, saat
aku pergi ke masjid untuk
bersembahyang maghrib
berjamaah bersama Zahra.
Merekapun masih terus saja
mengejekku. Namun saat itu,
sikap mereka lebih usil dari
biasanya. Saat aku dan Zahra
berwudlu, mukena yang aku
letakkan di dalam masjid,
mereka ambil dan mereka
sembunyikan entah dimana.
Setelah aku berwudlu, aku
masuk ke dalam masjid. Dan aku
pun kaget melihat mukenaku
telah raib. Namun, mukena
Zahra masih ada di tempat
semula. Hanya mukena milikku
saja yang hilang. Aku pun
berusaha mencarinya, Zahra
pun akhirnya ikut membantuku
mencari. Di setiap sudut di dalam
masjid itu aku cari, namun
hingga menjelang sholat maghrib
berjamaah dimulai, mukenaku
masih belum ditemukan. Aku
sangat sedih dengan kejadian
ini. Teman-teman yang biasa
mengusiliku tiba-tiba tertawa
cekikikan melihat ulahku yang
kebingungan bersama zahra.
Sebelumnya, aku merasa buka
mereka yang melakukan semua
ini. Tapi, setelah melihat gelagat
dan tingkah laku mereka yang
selalu menyindirku saat aku dan
Zahra sedang sibuk mencari
mukenaku, aku menjadi berfikir
bahwa merekalah yang
melakukan semua ini. Karena
aku tak ada bukti bahwa
mereka yang telah menjadi
tersangka dalam tebakanku,
aku pun mengurungkan niat,
untuk marah dan meminta
mereka untuk mengembalikan
mukena yang telah mereka
sembunyikan. Aku sudah hampir
meneteskan airmata. Namun,
Zahra yang tak henti-hentinya
menghiburku, aku merasa
beruntung. Aku merasa Allah
sangat sayang pada dirku,
kerena telah mengirimkan
seorang sahabat yang selalu
ada di sampingku di saat aku
merasa sangat tak berdaya
mengahadapi cobaan hidup yang
begitu berat bagi gadis kecil
seusiaku saat itu. Terima kasih
Zahra, engkau memang bidadari
malaikat yang telah dikirim Allah
dari surga.
Suara iqomat dari salah satu
makmum di dalam masjid itu pun
sudah terdengar. Pertanda
sholat jamaah sholat maghrib
akan segera dilaksanakan.
Mukenaku pun masih belum
ditemukan. "Ya udahlah
ra..mending kamu sholat aja di
dalam. Udah mulai tuh sholat
jamahnya.", aku menyuruh
zahra untuk segera masuk ke
dalam masjid untuk melakukan
sholat berjamaah bersama. "
Tapi mey, gimana ma kamu?
Trus kamu ga ikut ga sholat
jamaah dong.", ujar zahra
hendak menolak permintaannya
untuk segera mengikuti sholat
jamaah. " Udah gapapa ra. Km
tuh kudu lebih mengutamakan
Allah dari pada hanya sekedar
masalah sepeleku ini. Udah cepet
masuk, keburu kamu
ketinggalan satu roka'at tuh.",
kata ku agak memaksa. " Ya
udah, klo gitu aku masuk dulu
ya. Kamu tunggu aku disini.
Nanti kita cari lagi mukena mu
sehabis sholat selesai. ok!",
Zahra pun akhirnya menyetujui
permintaanku.
Setelah sholat jamah maghrib
usai, zahra pun menghampiriku.
Ketika semua jamaah sholat
yang lain sudah keluar, kami
pun memulai pencarian kembali.
Beberapa menit kemuadian,
akhirnya kamipun berhasil
menemukan mukenaku.
Ternyata ada yang
menyembunyikan mukena milikku
di tempat sholat jamaah laki-
laki. Aku sangat bersyukur telah
berhasil menemukan mukenaku.
Sekali lagi aku harus berterima
kasih pada Zahra karena
bantuannya ini. Ternyata teman-
teman yang selalu menjahiliku
itu, masih belum bosan untuk
selalu menggangguku. Kali ini
mereka tidak menyembunyikan
mukenaku lagi, tapi mereka
mengerjaiku lebih parah lagi.
Saat sholat jamaah maghrib
telah dimulai, dan saat sujud
rakaat pertama, mereka
melepas tapi mukena atasanku.
Sehingga mukenaku snagat
terkesan tidak rapi, dan yang
terpenting, membuatku tidak
nyaman dalam melakukan sholat.
Tak hanya itu yang mereka
lakukan padaku. Saat ruku' di
rakaat ketiga, mereka tiba-tiba
saja memelorotkan bawahan
mukenaku. Tentu saja aku
langsung panik. Namun, dengan
sekuat tenaga aku berusaha
untuk tetap fokus dan
berkonsentrasi beribadah pada
Allah SWT. Aku hanya sedikit
sedih, kenapa mereka sangat
tega melakukan semua ini
padaku. Akupun tak dapat
melawan rasa ingin menangisku.
Di sujud yang terakhir, akupun
menumpahkan segala airmata
yang sejak dahulu tertahan.
Aku berkeluh kesah pada Sang
Maha Pencipta. Aku memohon
kesabaran pada-Nya.
Hari itu merupakan hari paling
menyedihkan bagiku. Tapi untuk
kesekian kalinya Zahra turut
menghiburku. Kenapa mereka
semua sangat hobi untuk
mengejekku. Apa hanya karena
aku seorang anak cina. Yah, aku
memang dilahirkan sebagai
keturunan cina. Ayahku memang
lahir dari keluarga tionghoa.
Namun ibuku asli orang jawa.
Tapi apa memang berhak
seorang anak cina seperti
diriku, pantas dijadikan sebagai
bahan permainan teman-teman
yang lain? Sungguh tak adil
bagiku.
Sesampai di rumahku, aku coba
menenangkan diriku. aku ingin
menghabiskan waktu malam ini
dnegan membaca buku. Aku
memang sangat suka membaca
buku. Kebetulan hari ini aku
habis meminjam buku di
perpustakaan dekat rumahku.
Aku sangat tertarik dengan
judul di buku itu. "Ukhti,
Indahkan Jilbabmu", sungguh
judul yang membuatku
terkagum-kagum. Ku ambil buku
di atas meja belajarku itu.
Kubaca halaman perhalaman.
Aku tertarik pada salah satu
kalimat yang ada di buku itu.
"Dewasa ini kita melihat banyak
kaum muslimah yang tidak
berjilbab dan apabila ada yang
berjilbab bukan dengan tujuan
untuk menutup aurat-aurat
mereka akan tetapi dengan
tujuan mengikuti mode, agar
lebih anggun dan alasan lainnya.
Sehingga mereka walaupun
berjilbab tetapi masih
memperlihatkan bentuk tubuh
mereka dan mereka masih ber-
tasyabbuh kepada orang kafir."
Membaca kalimat tersebut. Aku
merasa mendapat teguran. Aku
hanya mengaku sebagai
muslimah saja. Tapi aku masih
belum membuktikan bahwa aku
memanglah seorang muslimah
yang sejati. Aku ingin menjadi
seorang muslimah yang memang
diharapkan oleh agamaku.
Ternyata ilmu agamaku masih
sangatlah dangkal. Ini smeua
terjadi karena rasa
ketidakpeduliaku untuk mencari
ilmu. Tapi aku sangat bersyukur,
di malam saat aku mencoba
untuk menenangkan diri dari
masalah yang baru saja aku
hadapi tadi, membuat aku
mendapatkan pelajaran yang
sangat berharga. Aku mendapat
ilmu baru mengenai kewajiban
seorang muslimah untuk
menutup aurat dengan
berpakaian dan berjilbab
dengan cara yang syar'i.
Sejak saat itu, aku ingin
membangun jatidiriku sebagai
seorang muslimah yang memang
diharapkan oleh agamaku.
Meskipun secara fisik aku
tetaplah sebagai orang cina.
Saat aku duduk di bagku SMP,
aku memutuiskan untuk
bersekolah di SMP Islam. Dan
akupun mulai mengenakan jilbab.
Di masa-masa SMP ku inipun,
tak semulus yang aku
bayangkan. Semua anak yang
ada disana memandangku,
seakan-akan aku terjebak
dalam dunia yang berbeda.
Padahal, dunia seperti inilah
yang aku harapkan, dan aku
yakini akan membuat hidupku
menjadi lebih damai. Meskipun
demikian, aku mencoba untuk
bersabar, dan mencoba untuk
membiasakan diri dengan
keadaan. Secara lambat namun
pasti, akhirnya, temen-teman
yang sudah mengenalku secara
baik, lama kelamaan segera
berubah pikiran tentang
pikirannya yang dahulu tentang
diriku. Mereka meminta maaf
padaku karena sikapnya dulu.
Aku tak mengharapkan
permintaan maaf itu, aku hanya
maklum dengan sikap mereka
waktu itu, dan aku sudah
memaafkannya. Aku sangat
bahagia sejak saat itu. Aku
mempunyai banyak sahabat
baik. Yang jelas, tak kalah
baiknya dengan sahabatku,
Zahra.
Itu semua memang hanya
sepenggal kisah lamaku. Tapi,
aku tak mampu untuk
melupakan masa laluku yang
sedikit berbeda dengan teman-
temanku yang lain. Kisah kelam
seorang gadis kecil cina yang
memeluk agama Islam.
Saat menjelang ujian akhir SMA,
aku mendapat cobaan yang
sangat berat bagiku. Ayahku
yang setelah sekian tahun
menderita kanker polip di
hidung itu, kini telah dipanggil
oleh Sang Maha Esa. Sungguh
aku tak kuasa menahan rasa
tangis ini. Aku masih merasa
syok atas kepergian ayahku
untuk selama-lamanya ini. Ada
beberapa hal yang aku sesalkan
atas kepergian ayahku. Selama
hidupnya, ayahku hanya masih
mengerjakan ibadah sholat
wajib beberapa kali saja. Ayahku
memang seorang mu'alaf. Saat
belum menikah dengan ibuku,
ayahku yang berkeluarga china
itu, masih memeluk agama
kristen katolik. Tapi semenjak
masuk agama Islam, ayahku
sering merasa malas untuk
melakukan ibadah yang memang
telah diwajibkan oleh agama
Islam. Saat bulan Ramadhan pun
ayahku tidak 100% menjalankan
ibadah puasa selama satu bulan.
Ayahku sering membatalkan
puasa di tengah hari saat
berpuasa. Alasannya selalu
karena ayahku merasa tak
kuat untuk menahan lapar dan
dahaga di siang hari yang
begitu panas di kota Surabaya
ini. Sebenarnya ayahku sudah
tau bahwa ibadah sholat dan
puasa telah diwajibkan dalam
agama Islam. Namun ayahku
selalu terhalang oleh rasa malas
yang sudah menjadi sifatnya.
Ibuku sudah terlalu sering
menasihati ayahku. Tapi ayahku
memang yang tak selalu
menghiraukan semua perkataan
ibuku. Dan kini, ayahku telah
berpulang kepada Sang Maha
Pencipta. Aku sebagai putri
tertua di keluargaku ini, yang
harus membantu ayahku,
dengan cara menjadi putri yang
solehah, yang mampu
menyelamatkan ayahku di
akhirat kelak.
Hal kedua yang menjadi
kewajibanku setelah kepergian
ayahku untuk selama-lamanya
ini adalah aku harus menjadi
seorang putri yang mampu
untuk membantu ibuku untuk
menghidupi kedua adikku. Aku
memang akan lulus dari
tingakatan sekolahku di SMA ini.
Tapi, sebenarnya aku telah
mempunyai niat yang sangat
besar untuk dapat melanjutkan
pendidikanku di Perguruan
Tinggi. Tapi, sepertinya aku
harus mengubur dalam-dalam
impianku itu. Aku harus
membantu ibuku bekerja untuk
kedua adikku yang keduanya
masih bersekolah di tingkat
SMP. Sejak ayahku meninggal,
ibuku hanya berwiraswasta
sebagai penjual jajanan anak
kecil di depan rumah. Tentu dari
perkerjaan itu, ibuku tak
mempunyai penghasilan yang
cukup untuk membiayai adikku
bersekolah.
Seusai aku lulus dari bangku
SMA, aku berusaha kesana
kemari untuk mencari
pekerjaan. Di jaman sekarang
ini, jarang ada perusahaan yang
mau menerima calon pegawai
dengan pendidikan hanya
lulusan SMA. Namun, aku tak
berputus asa. Aku yakin, Allah
telah menyediakan rejeki
untukku jika aku mau berusaha
lebih giat lagi. Tak lama setelah
aku menelusuri jalanan panjang
ibu kota Jawa Timur ini, ada
suara yang tiba-tiba
menyapaku. "Assalammualaikum",
suara seorang wanita dari
dalam mobil dengan kaca
samping mobil yang terbuka itu
tiba-tiba memberi saam pada
ku. "Walaikumsalam", jawabku
lirih, dengan rasa ragu, apakah
salam itu memang ditujukan bagi
diriku. Sambil kutengokkan
pandanganku ke arah mobil
yang tiba-tiba mendekatiku.
Setelah beberapa detik
ingatanku berpikir, akhirnya
aku menyadari bahwa sosok
wanita berjilbab yang memberi
salam padaku itu adalah
sahabat baikku di saat aku
duduk di bangku SMP. Senyumku
pun berkembang. Lalu aku
sambut pelukan hangat dari
sahabat yang sudah lama tak
pernah aku jumpai itu. Aku
sangat bahagia. Akhirnya kami
pun saling bercerita selama kami
tak pernah berjumpa. Dia pun
turut bersedih atas keadaan
yang sedang aku alami saat ini.
Namun tiba-tiba dia teringat
mengenai tawaran pekerjaan
yang baru saja ia dapatkan dari
seorang teman laki-lakinya SMA
dulu. Dia menawarkan padaku
mengenai pekerjaan dari kawan
lamanya itu. Entu saja aku
sangat gembira mendengar
berita ini. Lalu, sahabatku itu
bersedia untuk membatuku.
Seketika itu pula dia langsung
menghubungi kawan yang
menawarkan pekerjaan
padanya. "Alhamdulillah.
Ternyata pekerjaan itu masih
belum ada yang
mendapatkannya. Jadi besok
kau akan ku antarkan ke
perusahaan kawanku itu.
Bagaimana?",katanya setelah
beberapa mengobrol melalui
telepon selular yang ada di
tangannya. " Benarkah?
Alhamdulillah... Aku sangat
bahagia mendengar kabar ini.
Terima kasih ya atas
bantuanmu ini. Aku sungguh
berhutang budi padamu.", ucapku
Tak ingin lama membuang
waktu, esok harinya pun aku
dan sahabat lamaku, langsung
menuju ke perusahaan teman
yang menawarkan pekerjaan
padanya itu. Letak perusahaan
temannya itu ternyata tak
cukup jauh dari tempat aku dan
sahabatku berjanji untuk
bertemu hari ini. Tak sampai
memakan waktu lebih dari
setengah jam, kamipun sudah
sampai di perusahaan tersebut.
Sungguh tak disangka, ternyata
perusahaan yang dimaksud,
termasuk dalam jajaran
perusahaan besar. Aku merasa
pesimis untuk dapat diterima
sebagai salah satu pegawai di
perusahaan ini. Apalagi aku
hanya sebagai lulusan SMA saja.
Tapi dengan doa dan penuh
harap, aku terus melangkahkan
kakiku menuju ke ruang yang di
tunjukkan oleh salah satu
pegawai di perusahaan itu. Lalu,
aku dan sahabatku itu
menunggu di ruang tunggu. Kami
menunggu beberapa menit
lamanya. Tak lama kemudian,
keluarlah sosok yang sangat
dikenal oleh sahabatku. Sosok
lelaki itu ternyata adalah teman
baik sahabatku yang telah
menawarkan pekerjaan. Untuk
mempersingkat waktu, akhirnya
sahabatku langsung
memeperkenalkan diriku pada
teman lelakinya itu. Dia
menjelaskan bahwa akulah yang
dipromosikan untuk melamar
pekerjaan di perusahaannya itu.
Lelaki indo-arab itu ternyata
bernama Fathir. Fathir
mempersilahkan aku masuk ke
dalam ruangannya untuk
dilakukan wawancara. Tentu
saja aku masuk ke dalam
ruangan ber-AC itu bersama
sahabat yang telah
memperkenalkan Fathir padaku.
Aku sungguh salut saat Fathir
mengijinkan Fitri menemaniku
saat dilakukan wawancara di
dalam ruangannya. Seakan dia
bisa mendengar bisikan hatiku
agar diijinkan untuk membawa
Fitri ke dalam ruangannya. Mana
mungkin dalam ruangan sebesar
itu, hanya ada aku dan lelaki
yang baru aku kenal itu. Namun,
saat aku hendak duduk, aku
merasa kaget melihat tulisan
jabatan yang tergeletak di atas
meja lelaki yang mengaku
bernama Fathir itu. "Ir. Moch.
Fathir, DIREKTUR UTAMA VIFAT
ABADI" Aku mencoba untuk
menutupi rasa kagetku itu. Aku
harus menenangkan pikiranku
agar bisa berhasil diterima
dengan baik di perusahaan yang
cukup terkenal di kota
Surabaya ini. Aku memang lupa
menanyakan pada Fitri jabatan
yang disandang oleh teman laki-
lakinya itu. Tapi, yang aku
herankan, kenapa seorang
direktur sepertinya yang
hendak mewawancarai calon
pegawai sepertiku. Bukankah,
pekerjaan seperti ini dilakukan
oleh bagian personalia. Namun,
aku urungkan niatku untuk
mmepertanyakan hal ini.
" Maaf, mungkin kalian heran,
knapa bukan bagian personalia
yang akan mewawancarai. Tapi,
kali ini aku sedang ingin
mwngambil alih sementara tugas
bagian personalia, khusus untuk
teman yang telah
direkomendasikan sahabat
baiknya yang akan menjabati
pekerjaan yang telah aku
tawarkan. Aku yakin akan
kulaitas dari sahabat dari Fitri,
sahabat baikku. Aku yakin akan
pilihannya. Dan aku sendiri yang
ingin membuktikannya. Boleh
kan?", jelas Fathir selaku
direktur utama di perusahaan
terkenal di Surabaya itu.
Untuk kedua kalinya lelaki itu
telah berhasil membaca
pikiranku. Namun, kata-kata itu
juga telah berhasil membuat
aku bertambah kaget dan
merasa agak tegang. Tentu
saja, aku hanya bisa berharap
dari pertolongan Allah agar
memberi aku ketenangan untuk
bisa menjawab segala
pertanyaannya dengan baik
dalam sesi wawancara ini.
Alhamdulillah, aku panjatkan
atas karunia yang telah
dilimpahkan oleh Allah Yang
Maha Kuasa. Tak terasa, aku
sudah mengabdikan diri di
perusahaan ini selama lebih dari
lima bulan, sejak aku diterima
menjadi bagian staff keuangan
di perusahaan Vifat Abadi. Aku
merasa bersyukur, karena
dengan penghasilanku disini, aku
bisa mencukupi kebutuhan
keluargaku. Dan ibukupun sudah
berhenti dari pekerjaan
berdagangnya. Ini sudah
saatnya aku memanjakan ibuku.
Aku tidak ingin melihat ibuku
menderita lagi.
Saat sepulang aku
mengantarkan adikku yang
paling bungsu ke perpustakaan
daerah, aku melihat sebuat
mobil terparkir di halaman
rumahku. Aku pikir, mungkin ada
tamu tetangga yang sedang
berkunjung. Saat aku masuk ke
dalam rumah, ternyata aku
melihat sepasang sepatu
pantovel ada di depan pintu
rumahku. Setelah aku mengucap
salam pada penghuni rumah,
aku melihat sosok lelaki yang
sangat aku kenali. Fathir. Ada
apa dia berkunjung ke rumahku.
Tiba-tiba ibu membawaku masuk
ke dalam kamar, tentu setelah
ijin pada Fathir. Ibu mengatakan
tentang maksud Fathir datang
kerumahku. Ternyata dia
datang untuk melamar diriku.
Mendengar penjelasan ibu
itu,sungguh membuat jantungku
berpacu sangat cepat. Hati
kecilku tak bisa dibohongi, sejak
awal, aku memang sudah
merasa kagum dengan
kepribadian yang dimiliki oleh
Fathir. Jadi, jelaslah sudah,
jawaban apa yang harus aku
berikan padanya. Ibukupun
tersenyum bahagia, begitu pula
dengan adik-adikku.
Subhanallah. Allah begitu adil
pada makhluknya. Allah
melukiskan takdir yang sungguh
indah di akhir cerita. Masa
laluku yang suram itu kini telah
berganti dengan kebahagiaan
yang tak ternilai. Terima kasih
ya Allah, airmataku kini telah
tergantikan oleh indahnya
mutiara nan kemilau, meskipun
aku hanyalah muslimah cina
biasa.
Mungkin inilah hasil yang saya peroleh dari uték-uték hp, kiranya sangat sederhana bagi anda,tapi bagi saya, sangatlah melegakan. . . .
Tujuan kami, tidak lain hanyalah untuk saling berbagi, krena hidup terasa indah dengan berbagi..
Thanks telah mampir !
dari kami selamat membaca
Laman
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



































Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kami tunggu kritik dan saran yang membangun dari anda !!!