WELCOME

SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI MOECHTAR EL-NAOEMI, SILAHKAN ANDA MEMBACA-BACA ARTIKEL YANG ANDA SUKA, TAPI JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK ANDA/COMENT POSITIF YANG UNTUK KAMI SANGAT BERARTI . . . . THANKS YOUR VISITED SELAMAT MEMBACA ! ! ! !
English Arabic French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Jumat, 29 April 2011

Fatwa Syeikh Sa’id Yang Dinukil Oleh Syeikh Ibnu Mudabighi Tentang : “Pengertian Wali”

Auliya’ itu jama’nya Wali, yaitu orang yang ma’rifat terhadap Allah dan sifat-sifatnya, dengan istiqomah menjalani taat, menjauhi larangan dan berpaling dari bujukan ladzatnya dunia dan syahwat.
Fatwa Al-Yuusi
Tentang : Syarat-Syarat Seseoarang Bisa Mencapai Derajat Wali
Al-Yuusi, dengan mengutip pendapat sebagian A’immah mengatakan: “seseorang tidak bisa mencapai derajat wali, kecuali dengan empat syarat :
1.mengetahui “ushul Ad-din” sehingga bisa membedakan antara pencipta dan makhluk yang diciptakan, juga antara nabi dan orang yang mengaku menjadi nabi.
2.mengetahui “hukum-hukum Syareat” baik secara “Naql” maupun dalam hal “pemahaman dalil” dengan perumpama -an, seandainya Allah mencabut ilmunya penduduk bumi, niscaya akan bisa ditemukan pada orang tersebut.
3.mempunyai sifat-sifat terpuji. Seperti; wira’i dan ikhlas dalam setiap amal.
4.selama-lamanya dalam keadaan “takut” tidak pernah merasa tenang sekejap-pun, karena ia merasa tidak tahu apakah tergolong orang-orang beruntung ataukah orang-orang celaka ?

Fatwa Ibnu Hajar Al Haitami Tentang Tidak Mungkin Wali itu Seorang Yang Bodoh Dan Ilmu Syariat Hanya Bisa Didapat Dengan Belajar.
Ditanyakan kepada beliau, -semoga Allah memberikan manfaat-, tentang : arti ucapan para ulama; bahwa Allah tidak akan menjadikan “wali” yang bodoh dan jika seandainya dijadikan wali pasti diajarkan ilmu kepadanya.
Beliau menjawab : pengertian dari maqolah diatas adalah bahwa sesungguh nya Allah itu akan melimpahkan karunia berupa ilham, taufik, pengalaman-pengalaman spiritual dan ilmu kasunyatan kepada wali-walinya, melebihi manusia lainnya, setelah mereka mungukuhkan hukum-hukum dzohir dan amal-amal yang ikhlas.
Barang siapa menyandang pangkat kewalian dimana kesempurnaannya tidak mungkin didapat kecuali dengan syarat diatas, maka ia akan memperoleh ilmu-ilmu dan kema’rifatan seperti diterangkan diatas.Dengan demikian allah tidak akan mengangkat wali yang bodoh mengenai hal-hal diatas.

Dan seandainya Allah menjadikan atau memberikan derajat kewalian kepada para Auliya, niscaya ia akan diajar (diberi ilham ) pengetahuan-pengetahuan (kena’rifatan-kema’rifatan) sehingga bisa meyamai yang lainnya.
Dapat diambil kesimpulan bahwa, yang dimaksud bodoh disini adalah bodoh mengenai ilmu yang langsung diberikan Allah (ilmu laduni) dan pengalaman spiritual yang sempurna, bukan orang yang bodoh mengenai ilmu-ilmu syareat dzohir yang memang wajib dipelajari karena orang yang seperti ini (bodoh ilmu syareat) tidak akan bisa menjadi wali dan selama masih dalam kebodohan tidak akan dikehendaki mendapat pangkat “kewalian”.
Namun ketika Allah menghendaki seseorang untuk menjadi wali, niscaya akan diberikan hasrat untuk mau mempelajari ilmu syareat dhohir. Karena yang namanya ilmu syareat tidak bisa diajarkan melalui ilham
Dan ketika ia mempelajari ilmu dhohir dan memperkuat amal ibadahnya, maka akan mendapat limpahan ilmu-ilmu ghaib yang tidak bisa didapat dengan usaha dan kesungguhan
Dengan keterangan diatas maka bisa diketahui, bahwa sesungguhnya ilmu syareat itu tidak bisa diperoleh kecuali dengan pendidikan yang nyata.

Fatwa Syeikh Ihsan Bin Dahlan
Tentang : “Tanda-Tanda Seorang Wali”
Dikatakan bahwa tanda-tanda Wali itu ada tiga: selalu sibuk dengan Allah, lari kepada Allah dan tujuannya hanya kepada Allah semata.

Fatwa Abu Turob An-Nakhsya’i
Tentang : “Sifat Wali”

Fatwa Syeikh Abu Utsman Al-Magrobi
Tentang: “Wali Yang Terkenal Kewaliannya”
. Abu Utsman Al-Maghrobi berkata: “Wali itu terkadang masyhur, namun tidak menjadikan ia terfitnah atas kemasyhurannya. Justru kemasyhuran itu menjadi berkah bagi dirinya dan bagi orang lain.

Fatwa Abul Qosim
Tentang :“Khilafiyah Ulama Apakah Seorang Wali Mengetahui Bahwa Dirinya Wali”
Al-Ustadz Abul Qosim berkata: “para Ulama berselisih pendapat, apakah seorang Wali mengetahui bahwa dirinya itu termasuk Wali? Sebagian Ulama mengatakan tidak, karena seorang Wali selalu memandang rendah dirinya. Dan jika nampak karomah pada diri mereka, justru menimbulkan rasa takut, jangan-jangan termasuk tipu daya setan. Kemudian sebagian Ulama mengatakan bisa.

Fatwa Al-Ghozali
Tentang : “Orang Yang Tidak Mau Mengerjakan Sholat Namun Mengaku Mempunyai “Hubungan Khusus” Dengan Allah”
Barang siapa mengaku punya “hubungan khusus” dengan Allah yang sehingga bisa menyebabkan gugurnya kewajiban sholat atau diperbolehkannya minum khomr atau makan harta orang lain, seperti persangkaan sebagian kaum sufi, maka tidak ada keraguan sedikitpun tentang kewajiban membunuh orang tersebut. Bahkan membunuh orang seperti ini lebih utama dari pada membunuh 100 orang kafir, karena orang seperti ini lebih berbahaya dari orang kafir.

Fatwa Syeikh Ahmad Bin Shiddiq
Tentang : “Perbuatan Orang Yang Jadzab
(Mabuk Cinta Kepada Allah)
Serahkan kepada Allah urusan orang jadzab, namun ingkarilah perbuatan-perbuatannya yang tidak sesuai dengan perintah Allah, karena bagaimanapun juga kita harus menjaga syari’at Allah. Syeikh Ibnu Tilmisani berkata: “jangan engkau cela orang yang sedang dimabuk cinta, karena orang yang mabuk itu bebas dari tuntutan syara’”. Kemudian Syeikh Muhammad Husain Ali Al-Maliki ber-komentar: “mereka (orang-orang jadzab) melakukan maksiat karena tidak bisa menghindar, ibarat orang yang terpelanting dari tempat yang tinggi.
Fatwa Ibnu Hajar Tentang : Tarian Para Sufi
Ditanyakan kepada beliau, -semoga Allah memberikan manfaat- tentang : “tarian yang dilakukan para sufi ketika dibuai ladzatnya dzikir apakah ada dalilnya ?” .
Beliau menjawab : “ memang benar ada dalilnya. Sesungguhnya telah diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa sesungguhnya Ja’far bin Abi Tholib R.A menari-nari dihadapan nabi SAW, ketika beliau mengatakan kepadanya “ wahai ja’far , sungguh rupa dan tabiatmu mirip denganku”.
Ja’far menari sedemikian ini tak lain karena terbuai rasa ladzat atas ucapan nabi dan nabi pun tidak mengingkari perbuatan Ja’far tersebut.
Lagi pula sungguh benar-benar terjadi tari-tarian sambil berdiri pada majlis dzikir seperti yang di lakukan segolongan imam-imam besar termasuk diantaranya Syeikh Al-Islam 'Izzudin Bin Abd.Salam.
Fatwa Syeikh Abdullah Bin Sahal
Tentang : “Para Wali Tidak Bisa Diketahui
Kecuali Oleh Orang-Orang Yang Derajatnya Sama”
Beliau ditanya, bagaimana para wali itu dikenal ? Beliau menjawab: “sesungguhnya Allah tidak akan memberitahukan keadaan mereka kecuali kepada sesama mereka atau kepada orang-orang yang dikehendaki Allah untuk memetik manfaat darinya. Seandainya Allah memperlihatkannya, sehingga manusia mengenalinya niscaya ia akan menjadi bukti atas kesalahan manusia kelak di hari kiamat dan orang-orang yang mengingkarinya niscaya akan kufur, begitu juga orang-orang yang tidak menghiraukannya niscaya akan berdosa. Allah merahasiakannya, semata-mata hanya kasihan kepada makhluk-makhluk-Nya”.

Fatwa Syeikh Abul Abbas Al-Mursiyyi
Tentang : “Betapa Sulitnya “Mengenali” Seorang Wali”
Berkata Syeikh abul Abbas Al-Mursiyyi: “Mengenali seorang Wali itu lebih sulit dari pada mengenal Allah, karena Allah itu bisa dikenali dengan sifat-sifatnya yang sempurna dan indah. Sedangkan para wali bisa engkau jumpai kapan saja atau dimana saja, berupa makhluk yang sama seperti keadaanmu. Ia makan dan minum seperti halnya dirimu.

Fatwa Syeikh Abdullah Bin Alwi Bin Muhammad Al-Haddad
Tentang: “Orang-Orang Yang Mempunyai Khowariqul Adat Namun Perilakunya Tidak Sesuai Dengan Syari’at”

Barang siapa tidak bersungguh-sungguh berpegang dengan Al-Qur’an dan sunnah, juga tidak mengerahkan kemampuan untuk mengetahui jejak Rasul kemudian ia mengaku mempunyai derajat tinggi dihadapan Allah, maka jangan sampai engkau berpaling kepadanya dan mengikutinya meskipun dia bisa terbang, berjalan diatas air, bisa meringkas jarak perjalanan atau mempunyai keanehan-keanehan lain. Karena peristiwa-peristiwa semacam ini bisa dilakukan setan, tukang sihir, juru ramal, orang-orang yang mengetahui keadaan yang samar dan para ahli perbintangan. Mereka semua ini termasuk orang-orang yang sesat.
Salah Kaprah Tentang Pemahaman Kuwalat Kepada Wali.
Pengertian “ke-esaan” Allah dalam segala perbuatan adalah: “bahwa tidak ada seorang makhlukpun yang dapat berbuat sesuatu, karena hanya Allah semata yang menciptakan segala perbuatan makhluk. Baik perbuatan yang dilakukan para Nabi, malaikat atau yang lainnya.
Adapun kejadian sakit atau matinya seseorang ketika menentang “wali-wali Allah, itu sebenarnya juga Allah yang membikin, bersamaan dengan murkanya “wali” tersebut terhadap penentangnya”.

Fatwa Al-Imam As-Sayyid Alwi Bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani
Tentang : Ilham Dan Firasat
Berkata para Arifin: “Bahwa ilham dan firasat dari orang yang amal-amalnya dijaga oleh Allah baik dzahir maupun bathinnya (para wali) bisa dibuat pegangan (hujjah)”. Sedangkan para ushuliyyin (ahli ushul fiqh) mengatakan : “Ilham atau firasat tidak bisa dibuat pegangan”. Pendapat kaum ushuliyyin ini diarahkan untuk ilham atau firasat dari selain orang-orang yang telah disebutkan diatas, (orang yang terjaga amalnya) dan keluar dari kaidah-kaidah firasat yang dibenarkan menurut syari’at, hal itu bisa diketahui dengan tanda-tanda dan pembuktian.
Fatwa Abi Bakr Al-Kattani
Tentang : “Derajat Para Wali Dan Tempat Tinggalnya”
Disebutkan dalam kitab tarikhnya Imam Khotib, dari Abi Bakr Al-Kattani, Beliau berkata: “bahwa Wali Nuqoba’ berjumlah tiga ratus, Wali nujaba’ berjumlah tujuh puluh, Wali Abdal berjumlah empat puluh, Wali Akhyar ada tujuh, Wali 'Amd ada empat dan Wali Ghouts ada satu. Tempat tinggal Wali Nuqoba’ di negeri Maghribi (Maroko), Wali Nujaba’ di Mesir, Wali Abdal di Syam (Syiria), Wali Akhyar berkelana diatas bumi, Wali 'Amd berada di empat penjuru bumi dan Wali Ghouts berdiam di Makkah.
Fatwa Yusuf An-Nabhani Tentang : Pengertian Wali Quthb
Diantara auliya itu ada yang disebut dengan istilah wali-wali quthb (aqthob), mereka adalah wali-wali yang menguasai segenap ahwaal dan maqomaat (tahapan-tahapan dan pengalaman spiritual dalam dunia tashowwuf). Wali yang mempunyai derajat ini hanya ada satu pada setiap zaman. Wali Quthb juga disebut wali Ghouts. Wali Quthb termasuk golongan muqorrobin dan sekaligus menjadi pemimpin mereka. Wali-wali quthb ini ada yang menguasai pemerintahan dlohir dan juga pemerintahan bathin seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Hasan, Muawiyah bin yazid dan umar bin Abdul Aziz. Kemudian juga ada yang menguasai khilafah batin saja seperti Ahmad Bin Harun Ar-Rosyid As-Sibti, Abi yazid Al-Basytomi. Kebanyakan dari “wali-wali Quthb” ini tidak menguasai pemerintahan dzohir.

Fatwa syeikh Ali Al-Khowaash
Tentang : “Wali Quthb Sebagai Poros Alam Dan Segala Ahwalnya”.
Keterangan terdahulu telah menjelaskan : bahwa, Wali Quthb bermukim di Makkah atau Yaman. Kelihatannya keterangan ini memandang pada sebagian waktu saja atau memandang pada kebanyakan waktunya (tidak terus-terusan berada diMakkah atau Yaman). Hal ini dikuatkan oleh keterangan yang dikutip oleh Al-Imam Al-Arif Sayyidi Abd. Wahab Asy-Sya’roni dari gurunya Al-Arif dzil-Imdad Ar-Robbaani sayyidi Ali Al-Khowaash. Dimana Asy-sya’roni mengatakan didalam kitabnya yang berjudul “Al-Jawaahir wa ad-durar” : “aku pernah bertanya kepada guruku Rodliyallahu ‘anhu, apakah wali Quthb,Ghouts selalu bermukim di Makkah ? seperti yang sering di komentarkan para ulama’”.
Guruku Ali Al-Khowaash menjawab : “bahwa hatinya seorang wali Quthb selalu bertowaf mengelilingi “Hadrotillah” dan tidak pernah lepas darinya seperti halnya manusia berthawaf mengelilingi “Baitul Haram” . Wali Qutbh selalu syuhud pada dzat yang maha “Haq” dalam segala arah dan dari segala arah – dan tidak berarti yang Maha “Haq” itu bersemayam pada dirinya (sama sekali tidaklah demikian !!!).
Seperti halnya ketika manusia itu melakukan thawaf mengelilingi “ka'bah” sungguh Allah SWT itu punya sifat yang maha Tinggi !!!
Selain itu seorang Wali Quthb, selalu menghadang apa yang diberikan Allah SWT untuk para makhluknya, baik berupa bencana maupun berbagai macam pertolongan (menjadi perantara) wali Quthb selalu merasakan “sakit kepala” bukan kepalang, karena beratnya beban yang ia terima. Sedangkan “Raga”nya tidak harus berada diMakkah saja.
Fatwa syeikh 'Ali Al-Khowaash,
Tentang : “ Wali Quthb Yang Selalu Dalam Penyamaran / Tersembunyi
Sungguh engkau telah mengetahui dari keterangan yang telah lewat, bahwa sesungguhnya seorang wali Quthb selalu menyembunyikan diri dari kebanyakan manusia, tidak ada yang pernah melihat kecuali orang-orang tertentu. Karena besarnya “beban” yang ditanggung yang datang silih berganti dan juga beratnya “muatan musibah” yang tidak akan mampu

disandang para mahluk dan juga karena agungnya wibawa dan ketenangan yang di anugerahkan Allah SWT kepadanya, maka hampir-hampir tidak ada mata yang menangkapnya.
Imam Asy-Sya’roni memberikan penjelasan secara gamblang didalam “kitabnya”, beliau mengatakan bahwa gurunya (Ali Al-Khowaash) R.A. pernah mengatakan : “kebanyakan Auliya tidak pernah bisa ketemu dengan wali Quthb, dan juga tidak mengenalnya. Apalagi untuk selain mereka sebab keadaan wali Quthb “tersembunyi”.
Seandainya wali Quthb ini menampakkan diri, niscaya tak seorangpun mampu mengangkat kepalanya ketika berada dihadapannya. Kecuali orang-orang yang diberi “ keistimewaan”, untuk berjumpa dengannya
Fatwa syeikh 'Ali Al-Khowaash,
Tentang : “Wali Quthb Sebagai Muara Segala Nikmat, Pertolongan Dan Bencana”

Sayidi Abd Wahab Asy-sya’roni, berkata : dalam kitab Al-Jawahir Wa Ad-Durar : “aku pernah bertanya kepada guruku (Syeikh Ali al-Khowaash) R.A, apakah setiap bencana yang menimpa para makhluk, terlebih dahulu menimpa kepada wali quthb kemudian baru menyebar ? sebagaimana nikmat dan pertolongan itu turun terlebih dahulu melalui wali Quthb ? atau khusus nikmat-nikamt saja yang lumeber melalui wali Quthb?.

Beliau R.A. Menjawab : “memang benar, musibah itu terlebih dahulu menimpa kepadanya sebelum menyebar keseluruh penduduk bumi. Ketika musibah itu menimpanya, dihadangnya dengan perasaan khawatir dan menerima sepenuh hati, sambil menanti apa yang akan ditampakkan Allah SWT pada “Lauh Mahfudz” dan “ketetapan-ketetapan yang tersimpan didalamnya”. Apakah kemudian di titahkan dan dilaksanakannnya ketika tulisan tersebut kelihatan “terhapus” dan “berganti”, maka Qodlo’ Allah SWT pun sedang berlangsung. Dan pelaksanaan Qodlo’ ini melalui perantaraan “para wali yang menjadi pengurai kesusahan” yang terdiri dari para penjaga pintu “Hadlrotillah”. Dan merekapun tidak merasakan beban itu menimpa pada dirinya. Dan ketika tidak terhapus dan juga tidak diganti, musibah ini akhirnya ditimpakan kepada “wali-wali” yang paling dekat dengan wali Quthb, yaitu dua wali yang bergelar “Al-Imaamani”
Kemudian ditanggung oleh keduanya dan disebarkan kepada “wali-wali” yang derajatnya paling dekat dengan mereka yaitu para wali Autad, dan begitu seterusnya – sehingga turun menimpa kepada mereka-mereka yang berada dibawah wilayahnya-.
Dan jika musibah ini tidak kunjung habis, setelah dibagikan kepada masing-masing dari golongan 'Arifin, maka orang-orang mukminpun juga mendapatkan bagian dari musibah yang tersisa itu dengan sebab ditanggung oleh mereka, –akhirnya “musibah” itu hilang dari muka bumi-.
Seringkali kita menjumpai, seseorang merasa sumpek, susah dengan tanpa tahu penyebabnya. Ada juga yang merasa gelisah sehingga tidak bisa tidur dimalam hari.

Sebagian lagi menjadi pelupa dan membisu, sampai-sampai tidak mampu mengucapkan sepatah katapun. Semua ini adalah “musibah” yang dibagikan kepada mereka (dengan melalui perantara Wali Quthb). Dan seandainya tidak dibagi rata, niscaya mereka yang terkena musibah, akan binasa dalam sekejap mata.
Oleh karena itu Allahpun berfirman : “Seandainya Allah SWT tidak menolak sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini, tetapi Allah SWT punya karunia atas semesta alam”.

Tentang Wali-Wali A’immah
Diantara para Auliya itu ada yang disebut dengan istilah Wali-Wali A’immah, setiap zaman tidak lebih dari dua, yang satu berjuluk Abdur Robbi yang lain berjuluk Abdul Malik, sedangkan wali quthb berjuluk Abdullah. Dua wali Aimmah ini akan menggantikan kedudukan wali Quthb yang meninggal. Salah satu diantara mata hatinya hanya tertambat dialam malakut sedangkan yang lainnya menyaksikan alam dunia.
Fatwa Yusuf An-Nabhani Tentang Wali Autad
Diantara para auliya’ itu ada yang disebut Wali Autad. Pada setiap zaman hanya ada empat, tidak lebih dan tidak kurang. Mereka berjuluk Abdul Hayyi, abdul Alim, Abdul Qodir, dan Abdul Murid.

Fatwa Syeikh Akbar
Tentang: “Wali-Wali Autad”
Wali autad adalah: Wali yang digunakan Allah untuk menjaga alam ini, mereka berjumlah empat dan mereka lebih khusus dari Abdal.
Fatwa Ibnu Hajar, Tentang : kedudukan Asy-Syafi’i sebagai Wali Autad dan sempat menjabat sebagai Wali Quthb sebelum wafat
Imam Ahmad Rodliyallahu 'Anh berkata : kalau bukan Ahli Hadits siapa lagi mereka (wali-wali Abdal) itu
Yang dimaksud Ahli hadits adalah orang-orang yang pengetahuannya menyamai para ahli hadits. Yaitu orang-orang yang menguasai ilmu dlohir dan ilmu bathin, dan juga sangat menguasai hukum-hukum syareat, hikmah, ma’rifat dan rahasia-rahasia kehidupan. Mereka itu seperti Asy-Syafi’I, Imam Malik, Abu Hanifah, Ahmad Bin Hanbal dan orang–orang yang menyamainya
Mereka itu termasuk pilihan dari wali–wali Abdal, Nujaba’ dan Autad. Untuk itu hindarilah persangkaan yang buruk tentang mereka, jangan sampai tergoda syaethan dan orang-orang yang dikuasainya sehingga tidak mendapat cahaya Hidayah, dimana mereka berpendapat bahwa para imam-imam Mujtahid tidak mencapai tingkatan ini.
Sungguh para ulama’ telah sepakat bahwa Asy-Syafi’i R.A. termasuk golongan Wali Autad.
Dan menurut satu riwayat beliau menjabat sebagai wali Quthb sebelum wafatnnya.
Demikian ini keterangan yang diperoleh dari sebagian fuqoha’ yang menjadi pengikut beliau, seperti An-Nawawi atau yang lainnya

Tentang Wali Abdal
Diantara para auliya’ itu ada yang disebut Wali Abdal, mereka berjumlah tujuh orang tidak kurang dan tidak lebih. Mereka ditugaskan Allah untuk menjaga tujuh kawasan. Setiap orang menguasai satu wilayah.
Fatwa Sebagian Ulama
Tentang: “Ciri-Ciri Wali Abdal”
Sebagian Ulama berkata: ciri-ciri Wali Abdal itu tidak mempunyai anak
Fatwa Imam Ahmad
Tentang: “Wali Abdal”
Imam Ahmad berkata: “Wali-Wali Abdal itu siapa lagi kalau bukan ahli hadits”

Wali Abdal Menurut Abu Darda’
Wali Abdal adalah para pengganti Nabi. Mereka adalah tiang-tiang bumi, ketika derajat kenabian sirna (dicabut), maka Allah menggantikan dengan segolongn dari umat Muhammad SAW. Mereka mendapat keistimewaan ini bukan karena banyak berpuasa atau sholat atau karena melakukan amal-amal dzohir, namun hanya dengan bersungguh-sungguh dalam wira’i, baiknya niat, lapang dada kepada kaum muslimin, memberi nasehat kepada mereka dengan mengharap ridlo Allah SWT semata dengan disertai kesabaran bukan karena takut, dan tawadlu’ tanpa merendahkan martabat.

Tentang Wali Nuqoba’
Diantara para Auliya’ itu ada yang disebut Wali Nuqoba’ mereka berjumlah dua belas orang pada setiap zamannya, tidak lebih dan tidak kurang. Jumlah ini sesuai dengan jumlah kumpulan bintang-bintang di cakrawala. Karena masing–masing dari wali nuqoba’ menguasai rahasia rahasia dari kumpulan bintang-bintang itu.
Tentang : Membaca Manaqib Para “Auliya”
Ketahuilah! Bahwa, sangat dianjurkan bagi setiap muslim yang menginginkan anugerah Allah dan kebaikan-kebaikannya untuk selalu menghadang “barokah” pemberian, maqbulnya Do’a, dan turunnya rahmat dihadapan para Auliya’, majlis-majlis perkumpulan mereka, baik ketika masih hidup atau setelah wafatnya. Begitu juga ketika berada dimakamnya atau ketika berziaroh, menyebut keutamaannya atau membaca manaqib-manaqibnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kami tunggu kritik dan saran yang membangun dari anda !!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
~@~Sahabat yang sejati adalah orang yang dapat berkata benar kepada anda, bukan orang yang hanya membenarkan kata-kata anda~@~Naluri berbicara kita akan mencintai yang memuja kita, tetapi tidak selalu mencintai yang kita puja~@~Seseorang yang oprimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap kesempatan~@~Orang besar bukan orang yang otaknya sempurna tetapi orang yang mengambil sebaik-baiknya dari otak yang tidak sempurna~@~Memperbaiki diri adalah alat yang ampuh untuk memperbaiki orang lain~@~Cinta akan menggilas setiap orang yang mengikuti geraknya, tetapi tanpa gilasan cinta, hidup tiada terasa indah~@~Dalam perkataan, tidak mengapa anda merendahkan diri, tetapi dalam aktivitas tunjukkan kemampuan Anda~@~Tegas berbeda jauh dengan kejam. Tegas itu mantap dalam kebijaksana sedangkan kejam itu keras dalam kesewenang-wenangan~@~Watak keras belum tentu bisa tegas, tetapi lemah lembut tak jarang bisa tegas~@~Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun~@~Kita semua hidup dalam ketegangan, dari waktu ke waktu, serta dari hari ke hari; dengan kata lain, kita adalah pahlawan dari cerita kita sendiri~@~Istilah tidak ada waktu, jarang sekali merupakan alasan yang jujur, karena pada dasarnya kita semuanya memiliki waktu 24 jam yang sama setiap harinya. Yang perlu ditingkatkan ialah membagi waktu dengan lebih cermat~@~