Khilafyah Ulama’,
Tentang: “ Diperbolehkan memakai Bejana Atau Wadah Dari Bahan Emas Atau Perak menurut Dawud Adh-Dhohiri dan Hanafiyyah”
Tidak diperbolehkan bagi laki-laki atau wanita memakai suatu bejana dari bahan emas dan perak, baik digunakan untuk makan, minum atau lainnya, kecuali dalam keadaan darurat.
Menurut Al-Bulqini dan juga Ad-Damiri, hal itu termasuk dosa besar. Akan tetapi Al-Adzro'i mengutip pendapat mayoritas Fuqoha’ yang menyatakan, termasuk dosa kecil. Pendapat ini merupakan pendapat mu’atamad.
Dawud Ad-Dhohiri me-ngatakan: “mengguna-kan wadah dari bahan emas dan perak hu-kumnya makruh tan-zih”. Pendapat ini sama dengan Qoul Qodimnya Asy-Syafi'i.
Menurut pendapat yang lain, hukum haram diatas hanya berlaku untuk makan dan minum, karena melihat dhohirnya hadits yang berbunyi: “jangan se-kali-kali kalian minum dengan wadah emas dan perak dan jangan pula makan, dengan piring emas dan perak”.
Ada juga satu pendapat dari kalangan Hana-fiyyah, yang memper-bolehkan menggunakan wadah kopi dari bahan emas /perak, meskipun menurut Qoul Mu’tamad dari kalangan mereka menyatakan haram.
Bagi orang yang men-dapat cobaan, sehingga menggunakan wadah-wadah emas atau perak, seperti banyak terjadi, se-baiknya mengikuti pen-dapat yang memper-bolehkannya, agar ter-hindar dari keharaman.
Tentang: “Diperbolehkan Membuat Hidung, Ujung Jari Dan Gigi Palsu Dari Bahan Emas”.
Begitu juga bagi laki-laki, diharamkan me-makai cincin dari emas. Sedangkan khuntsa hu-kumnya sama dengan kaum laki-laki karena ada sebuah hadits riwayat Abu Dawud, dengan sanad shohih; bahwa Rosulullah Saw. Meng-ambil sepotong sutera pada tangan kanannya dan sepotong emas pada tangan kirinya. Beliau bersabda : “sutera dan emas ini, keduanya haram dipakai kaum laki-laki dari umatku.
Dan halal bagi kaum wanita". Para khuntsa disamakan dengan kaum laki-lak, karena berhati-hati.
Dikecualikan dari haram-nya “memakai cincin”, yaitu membuat hidung, ujung jari atau gigi palsu dari bahan emas. Demikian itu diperboleh-kan bagi orang yang orang-gan-organnya ter-sebut terpotong. Meski-pun masih memungkin-kan membuatnya dari bahan perak.
Tentang: Kotoran Binatang Dihukumi Suci, Menurut Sebagian Ulama’ ”
(Masalah Ba’): sebagian Ulama’ berpendapat, bah-wa kotoran binatang yang halal dimakan, hukumnya suci. Bahkan sebagian Ula-ma’ yang lain menghukumi suci pada semua kotoran, sampai-sampai kotoran an-jing pun juga dihukumi suci. Namun demikian me-ngecualikan kotoran ma-nusia.
Para Ulama’ yang ber-pendapat seperti diatas, nama-namanya dikumpulkan dan dicatat oleh Syeikh Abdulloh Bin Abu Bakar Baa Syu’eb sebagai berikut:
“Kotoran binatang yang halal dimakan, dihukumi suci, menurut Az-Zuhri, Atho’, Ats-Tsauri, Ar-Royani”
“Imam An-Nakho'i, Ibnu Sirin, Al-isthokhri, Asy-Sya’bi, Asy-Syaebani,”
“Ibnu Khuzaemah, Ibnu Mundzir, Ibnu Hibban, Ahmad Bin Hanbal dan Imam Malik”.
“ …….. Kaum Dhohiriyyah dan Imam Al-Bukhori menambahkan; semua kotoran dihukumi suci (baik kotoran binatang yang halal maupun haram), kecuali kotoran manusia.
Fatwa An-Nawawi
Tentang : Diperbolehkan Mensucikan Najis Mugholadhoh Dengan Sabun Kapur Atau Bahan Lainnya
Apabila dibasuh dengan air dan kapur atau daun usynan atau sabun atau dedak, maka terdapat dua qoul (seperti keterangan kitab Al-Bahr)
1.menurut pendapat yang paling shohih, di hukumi suci karena bisa menem-pati kedudukan debu (sa-ma-sama bisa mensuci-kan). Sebagaimana ba-han-bahan selain tawas dan daun akasia bisa menggantikan keduanya dalam proses penyamak-an kulit. Padahal menurut nash penyamakan itu dengan menggunkan ta-was atau daun akasia. Pendapat pertama ini te-lah dishahihkan oleh An-Nawawi dalam kitab “Ru-uus Al-Masaail” .
2.menurut pendapat kedua : tidak dianggap cukup, dan harus menggunkan debu karena faktor Ta-’abbudi atau ada tujuan untuk mengumpulkan dua macam alat bersuci sekaligus (air dan debu). Pendapat ini dianggap paling shohih didalam kitab-kitab karya Ar-Rofi’i dan kebanyakan kitab-kitab An-Nawawi.
Fatwa sayyid Alwi bin abbas al-Makki ;
Tentang : “diperbolehkan menggunakan perabot rumah yang berasal dari gading”
Apa pendapat Tuan – semoga anugerah Allah selalu menyertai- tentang gading yang berasal dari binatang gajah- yang di jadikan bahan sisir dan digunakan untuk meng-hias perabot dan alat-alat ruma tangga – apakah bo-leh di gunakan ? padahal ada kemungkinan berasal dari bangkai. Masalah ini benar-benar musykil me-nurut kami, oleh karena itu sudilah kiranya tuan memberikan fatwa ! semoga saja Tuan mendapatkan pahala.
Jawab : segala puji milik Allah atas anugerahnya dan aku bersyukur ke-padanya. Atas pemberian-Nya.
Sholawat dan salam se-moga tetap terlimpahkan untuk baginda Muham-mad, keluarganya, para sahabatnya dan mereka yang menempuh jalan beliau. Wa ba’du. Dan akupun berdo’a wahai Tuhanku ! tambah-kanlah ilmuku.
Ketahuilah ! sesungguhnya gajah itu apabila di sem-belih, maka giginya di hukumi suci da mubah.
Dan apabila tidak di sem-belih, maka menurut kete-tapan hukum fiqh – yang menerangkan bahwa ini termasuk bangkai yang najis – berarti seluruh ang-gota tubuhnya juga di hukumi najis. Baik berupa tulang, kuku, daging, otot dan gigi. Dan termasuk bagian dari gigi adalah taring gajah yang disebut dengan gading.
Sebagian ulama mendu-kung pada pendapat yang menghukumi “makruh tanzih”. Adapun factor yang mempengaruhi ke tetapan hukum makruh ini adalah bahwa gading itu meskipun termasuk bang-kai namun disamakan de-ngan batu-batuan mulia (sama-sama digunakan sebagai perhiasan), oleh karena itu di berikan hu-kum yang tengah-tengah. Yakni makruh tanzih.
Anjing Dihukumi Suci, Menurut Imam Malik & Dawud Adh-Dhohiri
Imam Malik dan imam dawud mengatakan : “bahwa, anjing itu di hukumi suci. Dan air sedikit tidak menjadi najis dengan sebab di jilat anjing. Sedangkan kewajiban membasuh bejana / wadah dengan sebab dijilat anjing, semata-mata karena faktor ta’abbudi”.
Pendapat Al-Qoffal, Imam Malik dan Abu Hanifah ;
Menghukumi Suci Pada Bangsa Hewan Yang Tidak Mengalir Darahnya. Seperti Cecak, Lalat , Kecoa Dsb
Dan termasuk contoh najis adalah ; bangkai, meskipun bangkai sejenis lalat. Yaitu binatang-binatang yang darahnya tidak mengalir. Demikian ini berbeda dengan pendapat Al-Qoffal dan para pendu-kungnya yang menyatakan : bahwa bangkai binatang yang tidak mengalir darahnya di hukumi suci, karena tidak terdapat darah yang bisa menye-babkan membusuk. Pendapat Al-Qoffal ini sama persis dengan pen-dapat Imam Malik & Abu Hanifah. Karena sesung-guhnya kedua imam ini menghukumi suci pada bangkai binatang yang tidak mengalir darahnya. dan pendapat Al-Qoffal kebetulan menyamai pen-dapat mereka.
Cara Mencuci Minyak Goreng , Susu, Samin Dan Lain Sebagainya, Menurut Qoul Tsani
Menurut Qoul tsani (pendapat kedua), minyak goreng dan sejenisnya bisa di sucikan dengan cara membasuhnya. Adapun praktek sebagai be-rikut : minyak goreng yang terkena najis tersebut dimasuk kan kedalam sebuah wadah, kemudian baru di tuangi air yang kadarnya lebih banyak dari minyak tersebut. Kemu-dian di gerak-gerakkan dengan menggunakan kayu, sehingga air tersebut merata pada seluruh bagian-bagian minyak. seperti keterangan yang telah lewat pada bab najasah.
Fatwa Ibnu Hajar :
Lebah Mati Di Dalam Madu, Tidak Dihukumi Najis
Ditanyakan kepada Ibnu Hajar R.a. ketika tawon /lebah mati didalam madu, apakah madu tersebut menjadi najis ?
Beliau menjawab : “bahwa menurut hukum qiyas, madu tersebut tidaklah menjadi najis, karena bangkai lebah tidak bisa menajiskan pada benda lain yang bersentuhan dengannya”.
Fatwa Ar-Romli : “Tentang Buih Kencing Yang Terdapat Pada Air Yang Banyak, Dihukumi Suci”
Imam Ar-Romli ditanya : tentang seseorang yang mengencingi air yang cukup banyak (dua kulah atau lebih), kemudian menim-bulkan buih. Apakah buih tersebut dihukumi suci atau najis ?
Beliau menjawab : “bahwa, sesungguhnya buih tersebut dihukumi suci, karena merupakan bagian dari air yang banyak”.
Fatwa Ar-Romli : “Tentang Disunahkan Membunuh Babi
Ditanyakan kepada Ar-Romli : “membunuh babi itu disunahkan atau tidak ?”
Beliau menjawab : “bahwa, sesungguhnya babi itu sunah dibunuh”
Pendapat Al-Muzani :
“Tentang Thowaf Dalam Keadaan Hadats, Dihukumi Sah”
Syarat-syaratnya Thowaf itu ada enam.
1.harus suci dari hadats dan najis
Demikian ini menurut pendapat shohih yang bisa dibuat pegangan. Dan kitapun sebenarnya menjumpai sebuah qoul dloif – yang disebutkan oleh Al-Muzani di da-lam kitab mukhtashor-nya- yaitu ; thowaf itu dihukumi sah meskipun dalam keadaan ber-hadats.
Pendapat Imam Malik, Al-Adzro’i dan Ishaq
Tentang Diperbolehkan Menjual Umbi-Umbian Di Dalam Tanah
“Far’un” Tentang madz-hab para ulama mengenai hukum penjualan ubi lobak, bawang putih, ubi saljam dan umbi-umbian sejenis lobak yang kese-muanya itu terbenam di dalam tanah tempat tumbuhnya.
Sungguh aku tela me-nuturkan, bahwa menurut madzhab kita yang masy-hur penjualan umbi-umbi-an seperti diatas hukum-nya batal (tidak sah). Pendapat ini di ceritakan Ibnu Mundzir dari Asy-syafi’i dan Imam Ahmad.
Ibnu Mundzir mengata-kan bahwa, Imam Malik, Al-Adzro’i dan Ishaaq memperbolehkannya.
Selanjutnya Ibnu Mun-dzir mengatakan bahwa pen-jualan umbi-umbian diatas hukumnya batal (tidak sah), karena termasuk jual beli yang samar. (barang-nya tidak jelas)
Fatwa Al-Qoffal : “Tentang Di Perbolehkan Memelihara Burung Didalam Sangkar”
Ditanyakan kepada Al-Qoffal, tentang merampas kebebasan burung, dengan memenjarakan didalam sangkar dengan tujuan untuk menikmati suaranya atau tujuan-tujuan lainnya ?
Beliau menjawab : “demi-kian itu diperbolehkan, apabila pemiliknya mau merawatnya sesuai de-ngan kebutuhan-kebu-tuhannya. Karena burung tersebut disamakan de-ngan binatang yang di tambatkan”.
Pendapat Imam Malik : “Tentang Di Halalkannya Tikus, Ular Dan Kucing Hutan (Liar) Meskipun Makruh”
Imam Malik mengatakan : “bahwa memakan bina-tang-binatang melata di atas bumi hukumnya mak-ruh (tidak sampai haram) seperti tikus misalnya”.
Dan Ia juga mengatakan tidak apa-apa memakan tikus turi dan ular asalkan disembelih.
Dan ia mengatakan pula memakan kucing hutan dan anjing hutan (srigala) hukumnya makruh.
Adapun mengenai kucing hutan ini, terdapat dua riwayat dari Imam Ahmad
1.Memperbolehkan 2.Mengharamkan
Mungkin inilah hasil yang saya peroleh dari uték-uték hp, kiranya sangat sederhana bagi anda,tapi bagi saya, sangatlah melegakan. . . .
Tujuan kami, tidak lain hanyalah untuk saling berbagi, krena hidup terasa indah dengan berbagi..
Thanks telah mampir !
dari kami selamat membaca
Laman
Jumat, 29 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



































Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kami tunggu kritik dan saran yang membangun dari anda !!!