WELCOME

SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI MOECHTAR EL-NAOEMI, SILAHKAN ANDA MEMBACA-BACA ARTIKEL YANG ANDA SUKA, TAPI JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK ANDA/COMENT POSITIF YANG UNTUK KAMI SANGAT BERARTI . . . . THANKS YOUR VISITED SELAMAT MEMBACA ! ! ! !
English Arabic French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Jumat, 29 April 2011

Fatwa Sayyid Abdulloh Bin Alwy Al-haddad Tentang Tidak Diperbolehkan Menyombongkan Nasab Sebab Akan Berakibat Hilangnya Berkah

Al-Ustadz mengatakan dalam kitab An-nashoih : “memuji dan menyanjung diri sendiri, membanggakan leluhur yang termasuk ahli Agama dan orang-orang utama dan juga menyombongkan nasab, semua itu merupakan perbuatan tercela dan sangat buruk sekali!!.
Banyak sekali keturunan orang-orang mulia yang tidak punya bashiroh dan tidak tahu hakekat Agama, mendapat cobaan seperti ini !!! “Barang siapa membanggakan nasab dan leluhurnya, seraya memandang rendah kepada orang lain, maka dia akan kehilangan berkahnya para leluhur”
Rosululloh SAW bersabda : “Barang siapa menangguhkan amalnya, jangan harap nasabnya akan segera menolongnya”.
Rosululloh SAW bersabda : “Wahai Fatimah Binti Muhammad ! aku tidak bisa menghindarkan dirimu dari murka Allah, wahai Shofiyah bibi Rosulullah ! aku tidak bisa menghindarkan dirimu dari murka Allah. Bebaskanlah diri kalian sendiri dari jilatan api neraka.”
Dan Rosulullah juga bersabda : “ Tidaklah sikulit hitam lebih utama dari sikulit merah, begitu juga antara orang Arab dan bangsa lainnya, kecuali dengan taqwa kepada Allah. Kalian berasal dari Adam dan Adam berasal dari tanah”.

Fatwa As-Syafi’i
Tentang “Kewajiban Mencintai Ahlu Bait Nabi Saw”

“Wahai Ahlu Bait Rosululloh !, mencintai kalian adalah wajib, seperti diterangkan dalam Al-Quran”.
“Tingginya kedudukan kalian, cukup ditunjukkan dengan pendapat, bahwa orang yang tidak membaca sholawat kepada kalian, maka sholatnya tidak sah”
Hukum wajib membaca sholawat kepada keluarga Nabi, adalah pendapat Ahmad Bin Hambal, dan juga dikutip dari As-Syafi’i dan Abu Ishaq Al-Marwazi.
Dikutipnya ijma’ tentang tidak wajib membacakan sholawat kepada keluarga Nabi merupakan kutipan yang ditolak.

Tentang Orang Biasa, Menikahi Syarifah Alawiyah”
(Masalah) : jika terjadi seorang Syarifah Alawiyah dilamar laki-laki yang bukan Syarif menurut saya tidak boleh (haram) terjadi pernikahan di antara keduanya. Meskipun misalnya si wanita tersebut dan walinya merelakan (ridho).

Karena nasab yang mulia lagi sempurna ini tidak akan bisa dibandingi dan diinginkan dengan sembarangan. Hanya keturunan Az-Zahro’ saja yang berhak mengawininya, baik kerabat yang dekat maupun yang jauh.
Pernah terjadi di Makkah Musyarrofah seorang laki-laki berdarah Arab mengawini seorang Syarifah, berita ini didengar oleh para saadah. Kemudian mereka pun menentang keras perkawinan ini. Dan para ulama’ disana ikut membantu menyelesaikannya. Kemudian pernikahan ini dibubarkan setelah hampir saja pengantin pria di sergap masa. Akhirnya ia memilih untuk menceraikan istrinya.
Peristiwa serupa juga pernah terjadi di daerah lain. Para saadah disanapun bangkit menentang, mereka menulis risalah mengenai “tidak diperbolehkannya perkawinan semacam ini” dan pengantin wanita pun diambil paksa dari pangkuan pengantin pria. Mereka melakukan ini semua, karena semata–mata ingin membela nasab yang mulia jangan sampai dihinakan atau diremehkan oleh orang meskipun sebenarnya Fuqoha menganggap sah pernikahan ini, asalkan calon pengantin wanita dan walinya sama-sama ridlo untuk melakukannya. Namun para pendahulu kita (ulama’ salaf ), punya pilihan “pendapat” yang tidak bisa dipahami oleh ahli fiqih karena disana ada rahasia-rahasia yang tidak bisa diungkapkan. Terima saja pendapat mereka, maka engkau akan selamat dan memperoleh keberuntungan. Dan jangan sekali-kali menentang, sebab engkau akan merugi dan
menyesal !!!
Memanglah demikian, kecuali ternyata terjadi mafsadah (jika tidak dikawinkan) maka dalam keadaan seperti ini diperbolehkan, karena alasan dlorurot seperti halnya diperbolehkan memakan bangkai bagi orang yang dalam keadaan terpaksa. Yang aku maksudkan dengan mafsadah di sini adalah : khawatir berzina, terjadi perbuatan mesum atau timbul salah sangka yang bukan-bukan, sementara itu orang yang memenuhi syarat untuk mengawini tidak ditemukan atau orang yang senasab (sama-sama sayid), tidak menyukainya. Maka dalam keadaan seperti ini syarifah boleh dikawini orang biasa dengan tujuan untuk meminimalkan akibat dari dua mafsadh (keburukan) yang mungkin akan terjadi. Bahkan dalam keadaan seperti ini bagi hakim wajib untuk mengawinkannya meskipun dengan orang yang tidak sebanding.
Tentang Tidak Diperbolehkan Memakai “Pakaian Kebesaran Ulama” Dan Tidak Boleh Memakai “Sorban Hijau” Kecuali Para “Sayyid”.
Bagi kaum lelaki diharamkan menambah ukuran baju atau sarung, melebihi mata kaki – apabila disertai tujuan untuk kesombongan – dan apabila tidak ada tujuan menyombongkan diri, hukumya Makruh.

Melebarkan baju dan lengan pakaian merupakan perbuatan bid’ah. Hukumnya makruh, dan tidak sampai haram kecuali “pakaian tersebut menjadi syi’ar para Ulama”. Maka tidaklah dimakruhkan bagi mereka, malah justru disunahkan supaya mereka bisa dikenali.
Bagi selain “ulama”, haram menyerupai ulama didalam “berpakaian” agar orang lain tidak tertipu atau digunakan penipuan oleh pemakainya.
Begitu juga (diharamkan), memakai “sorban hijau” kecuali untuk seorang Syarif (sayyid) karena “sorban hijau” memang hanya di peruntukkan keturunan “Fatimah Az-Zahro”.

Tradisi Mencium Tangan Para Ulama, habaib
Dan Orang-Orang Sholeh
Apakah mencium tangan para sayyid/syarif dihukumi sunah atau sekedar mubah atau bahkan makruh ?
Berkata Syeik Zaenudin didalam kitab Fath Al-Mu’in : “An-Nawawi sangat setuju dengan pendapat yang mengatakan, bahwa membungkukkan badan, mencium tangan atau kaki orang-orang kaya, dihukumi makruh.
Dalam sebuah Hadits dikatakan “barang siapa merendahkan diri pada orang kaya, maka akan hilang dua pertiga agamanya”.
Namun hal itu disunnahkan, jika memang orangnya sholeh, ber-ilmu atau seorang Syarif . Karena Abu Ubaidah suatu ketika mencium tangan sahabat Umar Rodiyallahu ‘Anhhuma.
Fatwa Syeikh Abdulloh Bin Umar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kami tunggu kritik dan saran yang membangun dari anda !!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
~@~Sahabat yang sejati adalah orang yang dapat berkata benar kepada anda, bukan orang yang hanya membenarkan kata-kata anda~@~Naluri berbicara kita akan mencintai yang memuja kita, tetapi tidak selalu mencintai yang kita puja~@~Seseorang yang oprimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap kesempatan~@~Orang besar bukan orang yang otaknya sempurna tetapi orang yang mengambil sebaik-baiknya dari otak yang tidak sempurna~@~Memperbaiki diri adalah alat yang ampuh untuk memperbaiki orang lain~@~Cinta akan menggilas setiap orang yang mengikuti geraknya, tetapi tanpa gilasan cinta, hidup tiada terasa indah~@~Dalam perkataan, tidak mengapa anda merendahkan diri, tetapi dalam aktivitas tunjukkan kemampuan Anda~@~Tegas berbeda jauh dengan kejam. Tegas itu mantap dalam kebijaksana sedangkan kejam itu keras dalam kesewenang-wenangan~@~Watak keras belum tentu bisa tegas, tetapi lemah lembut tak jarang bisa tegas~@~Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun~@~Kita semua hidup dalam ketegangan, dari waktu ke waktu, serta dari hari ke hari; dengan kata lain, kita adalah pahlawan dari cerita kita sendiri~@~Istilah tidak ada waktu, jarang sekali merupakan alasan yang jujur, karena pada dasarnya kita semuanya memiliki waktu 24 jam yang sama setiap harinya. Yang perlu ditingkatkan ialah membagi waktu dengan lebih cermat~@~